Ziarah Spiritual di Titik Awal Sang Proklamator, Resi Agung Tegaskan Ploso Jombang sebagai Tempat Lahir Soekarno

JOMBANG, 26 Juni 2025 — Sebuah rumah sederhana di ujung gang Desa Rejoagung, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, mendadak menjadi pusat perhatian spiritual dan sejarah. Dalam keheningan pagi yang syahdu, sosok tokoh suci dari Bali, Resi Agung Ida Pandhita Agung Putranata Siliwangi Manuaba, tampak berjalan perlahan menuju rumah yang diyakini sebagai tempat lahir Ir. Soekarno, sang Proklamator dan Presiden pertama Republik Indonesia.
Kehadiran Resi Agung, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Sabha Pandita Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), bukanlah kunjungan biasa. Ia datang dalam semangat ziarah spiritual yang sarat makna — bukan hanya sebagai penghormatan terhadap tokoh besar bangsa, tetapi juga sebagai pernyataan tegas atas keyakinan yang lama dipegang sebagian kalangan: bahwa Bung Karno lahir di Ploso, Jombang.
“Beliau menyampaikan keyakinannya bahwa Bung Karno lahir di Ploso Jombang,” ujar Binhad Nurrohmat, budayawan dan penggagas gerakan “Titik Nol Soekarno” yang turut mendampingi Resi Agung.
Keyakinan itu tak datang tiba-tiba. Ia bertumpu pada berbagai sumber sejarah — dari dokumen tertulis dan arsip foto lama, hingga cerita lisan warga lokal yang diwariskan turun-temurun. Semuanya mengarah pada satu titik: tanggal 6 Juni 1902 di Ploso, bukan Blitar, sebagai hari dan tempat kelahiran Soekarno.
Kunjungan tersebut juga mendapat dukungan dari R.M. Kuswartono, tokoh pelestari sejarah yang menjadi Pembina Situs Persada Soekarno Wates di Kediri. Ia menilai, kedatangan Resi Agung membawa energi moral yang kuat untuk memperjuangkan pengakuan resmi atas situs tersebut.
“Kami berharap pemerintah daerah bisa segera menetapkan rumah ini sebagai situs cagar budaya nasional. Bahkan tahun depan, deklarasi resmi kelahiran Bung Karno di Ploso akan kami laksanakan di Bali,” ujar Kuswartono.
Tak bisa dipisahkan dari konteks spiritual dan kultural, ziarah ini juga menjadi simbol ikatan sejarah antara Jawa dan Bali. Bung Karno mewarisi darah Bali dari sang ibu, Ida Ayu Nyoman Rai Srimben, perempuan bangsawan dari Singaraja. Sementara ayahnya, Raden Soekeni Sosrodihardjo, adalah seorang guru yang pernah bertugas di Bali sebelum menetap di berbagai daerah di Jawa.
Langkah Resi Agung merupakan bentuk nyata bahwa sejarah bukan sekadar angka dan dokumen. Ia adalah nyala keyakinan dan rasa hormat yang diwariskan antar generasi. Dalam dunia yang terus berubah, rumah sederhana di Ploso itu menjadi pengingat bahwa asal-usul kebesaran kadang tumbuh dari tempat yang paling sunyi — dan bahwa spiritualitas dan sejarah bisa bertemu dalam satu ziarah. (Tim)