Indonesia Makin Gelap, UU BUMN Baru Berpotensi Lemahkan KPK dan Pengawasan Korupsi

Indonesia Makin Gelap, UU BUMN Baru Berpotensi Lemahkan KPK dan Pengawasan Korupsi
Ilustrasi

DENPASAR - Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) menuai sorotan tajam karena menghapus status penyelenggara negara dari direksi, komisaris, hingga pegawai BUMN. Ketentuan ini dikhawatirkan dapat melemahkan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani kasus dugaan korupsi di lingkungan BUMN.

UU yang disahkan pada 24 Februari 2025 itu menyebutkan dalam Pasal 3X ayat 1 bahwa "Organ dan pegawai Badan bukan merupakan penyelenggara negara". Selain itu, Pasal 9G mempertegas bahwa anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN juga bukan penyelenggara negara.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menyatakan lembaganya tengah mengkaji dampak aturan baru ini terhadap wewenang penindakan KPK. “Kalau memang saat ini bukan merupakan penyelenggara negara yang bisa ditangani oleh KPK, ya tentu KPK tidak bisa menangani,” kata Tessa di Gedung Merah Putih, Jumat (2/5/2025).

Mengacu pada UU KPK Nomor 19 Tahun 2019, lembaga antirasuah itu hanya berwenang menangani kasus korupsi yang melibatkan penyelenggara negara atau menimbulkan kerugian negara minimal Rp1 miliar. Dengan definisi penyelenggara negara yang lebih sempit, ruang gerak KPK terhadap BUMN dipertanyakan.

Dalam konteks ini, Menteri BUMN Erick Thohir pun melakukan pertemuan dengan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak pada 29 April 2025. Erick menyampaikan pentingnya sinkronisasi UU BUMN dengan upaya pemberantasan korupsi. Ia juga menekankan bahwa meskipun korupsi tidak bisa dihilangkan sepenuhnya, pengawasan ketat tetap harus diperkuat, terutama terhadap super holding baru, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).

Namun, kekhawatiran datang dari masyarakat sipil. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah, menilai pembentukan Danantara dan pasal-pasal dalam UU BUMN berpotensi memperlemah fungsi lembaga audit seperti BPK dan penegakan hukum oleh KPK. “BPK dan KPK tidak diberikan kewenangan melakukan audit dan penindakan hukum. Implikasinya, potensi korupsi di BUMN yang tergabung di Danantara akan meningkat,” kata Wana.

Pasal-pasal yang dinilai bermasalah kini sedang diuji materi di Mahkamah Konstitusi oleh dosen hukum Rega Felix. Ia mempersoalkan pasal-pasal yang menyatakan kerugian BUMN dan Danantara bukan merupakan kerugian negara, serta pasal yang menghapus status penyelenggara negara bagi pejabat BUMN. Sidang uji materi telah memasuki tahap pemeriksaan materiil sejak 28 April 2025.

Di tengah komitmen Presiden Prabowo Subianto untuk menghapus kebocoran anggaran negara, polemik ini menimbulkan pertanyaan besar, Apakah revisi UU BUMN akan menjadi titik gelap baru dalam pemberantasan korupsi di Indonesia? (Tim) 

Sumber Tempo