Dibangun dengan Keringat, Dibayar dengan Janji! Proyek Lapangan Mewah, Pekerja Tumbang

BADUNG – Ironi proyek berkelas dunia kembali tersaji di tanah surga bernama Bali. Di balik kemegahan tujuh lapangan tenis internasional di Nusa Dua, ada jeritan ratusan pekerja yang tercekik utang, lapar, dan ditinggal janji palsu.
Aksi unjuk rasa pecah di depan Kantor ITDC, Jumat (13/6/2025), diwarnai poster-poster satire yang menelanjangi kesewenang-wenangan PT Bali Destinasi Lestari (BDL) terhadap mitra kerjanya, PT Texmura Nusantara.
“Minta dibangun 7 lapangan, tapi ditanya kapan bayar, jawabnya kapan-kapan,” bunyi salah satu poster yang menggambarkan seberapa bobroknya etika dalam proyek ini.
“Pak Wayan Koster, tolong kami Pak! 7 lapangan belum dilunasi, pekerja dan tukang tidak bisa beli nasi,” teriak poster lainnya, menyeret nama Gubernur sebagai simbol harapan yang kian jauh dari jangkauan rakyat kecil.
Aksi ini bukan sekadar protes, tapi teriakan batin 400 lebih pekerja dan 35 vendor yang merasa dikhianati setelah menuntaskan proyek bernilai Rp 49 miliar dengan sisa pembayaran Rp 18 miliar yang masih mandek entah di mana.
Situasi memanas ketika massa diadang dan sempat bersitegang dengan petugas keamanan dan kontraktor baru yang kini sibuk ‘meneruskan’ proyek seolah semuanya baik-baik saja.
“Kami kerja siang malam tanpa henti. Tapi yang kami terima justru penundaan, penghindaran, bahkan tudingan. Salah satu mandor kami sampai stroke karena tak kunjung dibayar. Ini bukan lagi tentang uang, ini soal nyawa dan kemanusiaan,” tegas Harry Tutu Arima, Project Manager PT Texmura Nusantara.
Lebih dari itu, Texmura merasa dipermainkan. Mereka dituduh sebagai penyebab munculnya kerusakan di permukaan lapangan. Padahal menurut Harry, kerusakan itu akibat permukaan lapangan yang dicuci pakai larutan asam klorida (HCl) oleh pihak luar bernama Stewart Kiely atas perintah BDL sendiri.
“Dicuci pakai HCl, lalu rusak, lalu kami yang disalahkan dan pembayaran ditahan. Ini akal-akalan siapa?” cetus Harry penuh geram.
Parahnya, tujuh lapangan yang sejatinya belum diserahterimakan secara resmi justru telah digunakan untuk dua turnamen internasional bergengsi. Texmura menyebutnya sebagai bentuk perampasan hasil kerja orang lain.
Setelah tujuh kali mediasi gagal total, Texmura menempuh jalur hukum. Laporan pidana pun sudah dikirim ke Mabes Polri dan kini tengah ditangani Polda Bali. Saksi-saksi telah diperiksa, dan investigasi ke lokasi disebut akan segera dilakukan.
Lapangan mewah telah berdiri. Sorak sorai penonton telah membahana. Tapi di balik semua itu, ada ratusan tukang yang bahkan tak sanggup membeli beras, apalagi tiket menonton pertandingan. Sebuah potret telanjang bagaimana proyek prestisius kadang hanya menjadi panggung kemunafikan.
Lapangan jadi. Panggung rampung. Tapi nurani yang rusak, siapa yang bertanggung jawab? (Ray)