Disertasi Promovendus IB Anggapurana Pidada, Kepastian Hukum Demi Keberlangsungan Pariwisata

DENPASAR - Ujian terbuka Fakultas Hukum Universitas Udayana Program Studi Doktor Ilmu Hukum yang sedang dilaksanakan oleh Promovendus Ida Bagus Anggapurana Pidada, Denpasar 04 Juli 2025.
Dalam disertasinya Promovendus Ida Bagus Anggapurana Pidada menyoroti lemahnya sanksi pidana di sektor pariwisata terutama pada investasi dan lingkungan yang terancam.
Dalam penerapan hukum khususnya sanksi pidana, dalam menjaga daya tarik wisata di Indonesia, terutama Bali. Menurutnya, selama ini hukum belum mampu memberikan perlindungan maksimal terhadap keberlanjutan sektor pariwisata, terutama dari sisi kerusakan lingkungan akibat eksploitasi liar dan pembangunan yang serampangan.
Ia menegaskan bahwa seharusnya ada penerapan hukum yang tegas untuk menindak pelaku pengerusakan kawasan wisata.
“Selama ini sanksi pidana terhadap pengerusakan daya tarik wisata sangat lemah. Akibatnya, banyak kerusakan lingkungan yang tidak tersentuh hukum,” ujarnya.
Ini tidak menutup kemungkinan lantaran bahasa industtial Pariwisatalah yang merupakan biang kerok kerusakan, karena kata industrial adalah mengeruk keuntungan sebesar - besarnya untuk sebuah kata cuan.
Kondisi ini, lanjutnya, tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga pelaku usaha yang menjaga kelestarian lingkungan justru jadi korban karena kalah bersaing dengan pengusaha nakal yang melakukan perusakan tanpa sanksi.
Contoh kasus di lapangan antara lain pembangunan liar di tepi jurang yang merusak keindahan lanskap, hingga bangunan yang berdiri di sepadan pantai tanpa memberikan akses kepada masyarakat.
“Ini memonopoli ruang publik dan menghalangi wisatawan lain menikmati keindahan alam. Ironisnya, pelanggaran seperti ini masih luput dari penegakan hukum,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menyatakan akan terus berjuang memberikan kontribusi keilmuan pasca menyelesaikan studi doktoralnya. Salah satu fokusnya adalah mendorong lahirnya Peraturan Daerah (Perda) yang mampu memberikan kepastian hukum bagi investor pariwisata di Bali.
“Kalau perlindungan hukumnya lemah, investor enggan masuk. Masyarakat dan tenaga kerja yang akhirnya dirugikan,” jelasnya.
Ia juga menyoroti belum sinkronnya aturan terkait investasi luar negeri di sektor pariwisata. Menurutnya, tumpang-tindih regulasi justru memperkeruh situasi dan menimbulkan ketidakpastian hukum.
“Kita butuh aturan yang harmonis agar investasi bisa masuk tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan. Kepastian hukum itu kunci,” pungkasnya. (Ray)