Sengketa Jro Kepisah, Bila Lawan Pakai Cara Preman Jro Ismaya Turun Tangan

Sengketa Jro Kepisah, Bila Lawan Pakai Cara Preman Jro Ismaya Turun Tangan
Jro Ismaya siap turun gunung bila lawan gunakan cara - cara premanisme.

DENPASAR – Ketegangan memuncak di Jalan Batas Dukuh Sari, Gang Dara, Sesetan, Denpasar, pada Sabtu siang (8/3/2025), setelah A.A. Ngurah Eka Wijaya dari Jero Jambe Suci nekat membawa material bangunan dan hendak mendirikan bangunan di atas tanah seluas 48,5 are yang masih berstatus sengketa. 

Lahan tersebut diklaim sebagai milik keluarga besar Jero Kepisah, dengan ahli waris utama A.A. Ngurah Oka dan keluarganya.

Langkah sepihak yang dilakukan Eka Wijaya ini menuai reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk pengamat sosial I Kadek Mariata, SH. Ia menilai tindakan tersebut sebagai bentuk pelanggaran hukum, mengingat status lahan masih dalam sengketa dan seharusnya tidak boleh dimanfaatkan sebelum ada keputusan resmi.

“Tanah ini merupakan warisan turun-temurun dari keluarga Jero Kepisah, tetapi justru diperlakukan sewenang-wenang. Ada upaya mendirikan bangunan tanpa izin, sementara masih ada dugaan pemalsuan silsilah yang belum diputuskan secara hukum,” ujar Kadek Mariata saat berada di lokasi.

Kadek Mariata, yang juga akrab disapa Kadek Garda, mengecam tindakan yang melarang ahli waris untuk menggarap lahan mereka sendiri sebelum ada putusan pengadilan.

“Persoalan pemalsuan silsilah masih dalam proses hukum, tetapi sudah ada yang berani bertindak sepihak. Ini Bali, tidak bisa semaunya,” tegasnya.

Sebagai pengamat sosial, Kadek Mariata menegaskan bahwa dirinya memiliki bukti terkait sengketa ini dan siap membeberkannya kepada publik maupun aparat penegak hukum.

“Saya tidak ingin masyarakat Bali diperlakukan seperti ini. Saya sudah mengumpulkan berbagai bukti dan akan saya ungkapkan nanti,” tambahnya.

Sikap serupa juga disampaikan oleh tokoh masyarakat Bali, I Ketut Putra Ismaya Jaya alias Jero Bima. Ia menilai tindakan pembangunan di atas tanah yang masih dalam sengketa merupakan pelanggaran hukum.

“Saya mengikuti kasus ini sejak 2015 dan mengecam keras upaya penyerobotan ini. Ahli waris masih menjalani sidang, dan belum ada keputusan yang menetapkan tanah ini sebagai milik Eka Wijaya,” kata Jero Bima saat ditemui di lokasi.

Sebagai Ketua Yayasan Kesatria Keris Bali, Jero Bima mengacu pada kesaksian para penggarap lahan, kepala lingkungan setempat, serta keputusan SP3 dari PN Denpasar yang menyatakan bahwa tanah tersebut merupakan milik keluarga Jero Kepisah.

“Proses hukum harus dihormati. Dugaan pemalsuan silsilah masih perlu dibuktikan di pengadilan. Jangan bertindak sewenang-wenang, biarkan hukum yang menentukan,” ujarnya.

Sementara itu, praktisi hukum Putu Harry Suandana, SH menilai tindakan Eka Wijaya yang memasuki dan mengklaim lahan tanpa dasar hukum yang sah bisa dikategorikan sebagai tindak pidana sesuai Pasal 385 KUHP tentang penyerobotan tanah.

“Itu bisa dilaporkan sebagai kasus penyerobotan. Klaim dengan pipil belum cukup kuat sebagai bukti kepemilikan,” jelasnya.

Saat hendak dimintai keterangan oleh awak media di lokasi, A.A. Ngurah Eka Wijaya memilih bungkam dan enggan memberikan pernyataan mengenai dasar tindakannya. 

Hingga kini, sengketa lahan ini masih terus memanas dengan aksi saling klaim dan pemasangan spanduk di sekitar area yang dipermasalahkan. (Ray)