Negara Hukum atau Negara Preman? Penggembokan Sepihak di Denpasar Memicu Amarah Publik

Negara Hukum atau Negara Preman? Penggembokan Sepihak di Denpasar Memicu Amarah Publik
Kejadian ini mengingatkan bahwa keadilan bukanlah sekadar wacana, melainkan hak yang harus ditegakkan bagi semua warga negara.

DENPASAR – Sebuah aksi premanisme terang-terangan kembali mencoreng wajah hukum di Bali. Kasus penggembokan paksa ruko di Jalan Ahmad Yani Utara, lingkungan Banjar Hitta Buana, Denpasar, telah memicu kemarahan warga dan kecaman dari berbagai pihak.

Ruko yang menjadi tempat usaha Salon Damai digembok secara sepihak oleh seseorang yang diduga preman. Aksi ini berlangsung selama tiga hari, mengakibatkan kerugian besar baik secara finansial maupun psikologis bagi pemilik usaha dan pemilik lahan.

Pemilik Salon Damai, Dewi Istieck, dengan tegas menyatakan dirinya menjadi korban tindakan intimidasi dan perbuatan sewenang-wenang. "Ruko ini saya kontrak selama 20 tahun, dan semua kewajiban sudah saya penuhi hingga tahun 2028. Tapi, tiba-tiba digembok oleh orang yang tidak punya hak sama sekali. Ini sangat merugikan dan tidak manusiawi!" tegas Dewi dengan penuh emosi.

Dewi mengungkapkan bahwa tindakan ini telah menghentikan operasional bisnisnya, membuat karyawan tidak bisa bekerja, dan menyebabkan kerugian yang terus bertambah.

"Negara Ini Bukan Negara Preman!"

Kepala lingkungan Banjar Hitta Buana, I Gede Agus Ariarta, dengan keras mengecam aksi ini. "Tindakan seperti ini melanggar hukum dan mencoreng keamanan lingkungan. Indonesia adalah negara hukum, bukan negara preman. 

Jika ada masalah, selesaikan di pengadilan, bukan dengan intimidasi dan kekerasan!" tegasnya.

Ia juga meminta pecalang dan linmas untuk meningkatkan pengawasan agar aksi serupa tidak terulang.

Pemilik lahan, Made Darmada, yang turut menjadi korban intimidasi, mengaku merasa dipermalukan. 

"Saya tidak punya utang atau hubungan apa pun dengan pelaku. Namun, rumah saya didatangi, nama saya dicemarkan, dan saya dituduh berhutang miliaran rupiah. Ini penghinaan! Saya hanya ingin nama baik saya dipulihkan," ungkapnya dengan suara bergetar.

Kuasa Hukum: "Ini Tindakan Barbar!"

Pengacara Made Darmada, Ir. A.A. Ngurah Sutrisnawan SH, SE, yang akrab disapa Gung Kiss, menegaskan bahwa tindakan pelaku adalah pelanggaran hukum berat.

"Jika pelaku merasa punya hak, buktikan di pengadilan. Bukan dengan menggembok dan menakut-nakuti. Negara ini bukan negara barbar, apalagi negara preman!" serunya dengan nada geram.

Gung Kiss memastikan akan membawa kasus ini ke jalur hukum. "Kami akan melaporkan ini ke Polsek Denpasar Utara dan meminta atensi Kapolda Bali untuk menindak tegas pelaku. Tidak ada tempat bagi premanisme di Bali!"

Polisi dan Masyarakat Serukan Penegakan Hukum

Babinkamtibmas Kelurahan Peguyangan, Putu Della Sarwowibowo, turut hadir mendampingi pembukaan gembok. Ia menegaskan pentingnya penyelesaian melalui jalur hukum. 

"Premanisme harus dihentikan. Jika ada sengketa, selesaikan sesuai hukum yang berlaku. Kami tidak akan membiarkan intimidasi merajalela," tegasnya.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa premanisme masih menjadi ancaman serius bagi masyarakat. Pemerintah, aparat penegak hukum, dan warga harus bersatu untuk memberantas aksi-aksi intimidasi yang mencederai rasa keadilan. Hukum harus ditegakkan, dan pelaku kejahatan harus dihukum setimpal. (Ray)