Tekun, Teken, Tekan! Filosofi Jawa tentang Jalan Panjang Menuju Sukses yang Tak Instan

SURABAYA - Di tengah zaman serba cepat, ketika kesuksesan kerap diukur dari seberapa viral seseorang atau seberapa singkat hasil bisa dicapai, filosofi Jawa justru datang membawa keseimbangan. Ia mengingatkan bahwa keberhasilan sejati bukanlah lompatan instan, melainkan perjalanan panjang yang menuntut kesabaran, ketekunan, dan kebijaksanaan.
Dalam petuah orang Jawa, ada ungkapan yang begitu dalam maknanya: “Sapa tekun, golek teken, bakal tekan.” Siapa yang tekun, akan menemukan pedoman, dan pada akhirnya sampai pada tujuan.
Kata “tekun” menjadi pijakan pertama dalam filosofi ini. Tekun bukan sekadar rajin bekerja, tetapi juga kemampuan untuk bertahan dan konsisten menapaki jalan hidup. Dalam pandangan orang Jawa, hidup bukan sprint, melainkan maraton, siapa yang mampu menjaga langkahnya dalam waktu panjang, dialah yang akhirnya sampai.
Orang cerdas belum tentu sukses, tetapi orang yang tekun hampir pasti tiba di tujuan. Seperti air yang menetes di batu, bukan kekuatannya yang menembus, melainkan ketekunan yang tak pernah berhenti.
“Karena ketekunanlah yang membuat langkah kita terus maju meski jalannya panjang,” begitu bunyi pepatah yang menggambarkan filosofi ini.
Dari ketekunan itu, seseorang akan menemukan “teken”, tongkat, atau pedoman hidup. Ia bukan hanya simbol arah, melainkan penuntun spiritual dan intelektual dalam perjalanan seseorang. Ketika seseorang berproses dengan tekun, alam akan mempertemukannya dengan teken, pengalaman, ilmu, nilai-nilai, bahkan sosok bijak yang menuntun agar tidak tersesat. Dalam budaya Jawa, teken bukan hanya pengetahuan, tetapi kawruh, kebijaksanaan batin yang lahir dari proses dan pengalaman panjang. “Teken inilah bekal agar langkah kita tidak salah arah.”
Jika tekun melahirkan teken, maka “tekan” adalah buah dari keduanya. Tekan berarti sampai, mencapai tujuan setelah melewati jalan berliku dan proses panjang. Namun filosofi ini juga menekankan bahwa teken yang diperoleh sepanjang perjalanan harus digunakan dengan bijak, agar keberhasilan yang diraih tidak melenceng dari nilai dan makna hidup.
Dalam pandangan Jawa, sukses sejati bukan sekadar tiba di garis akhir, tetapi juga bagaimana cara sampai ke sana. Sebab kemenangan tanpa laku dan tanpa makna hanyalah kekosongan.
Filosofi “Tekun, Teken, Tekan” sejatinya merangkum perjalanan hidup manusia secara utuh. Tekun memberi jalan, teken menjadi penuntun, dan tekan menjadi hasil dari proses panjang yang dijalani dengan kesadaran. Inilah pelajaran yang sering terlupakan di tengah budaya instan: bahwa keberhasilan tidak lahir dari kebetulan, melainkan dari laku yang tekun, pedoman yang kuat, dan niat yang bersih.
Dalam dunia modern yang mengagungkan kecepatan, ajaran ini terasa menenangkan. Sebab sejatinya, yang lambat tapi tekun sering kali lebih jauh melangkah daripada yang cepat tapi tergesa.
Sukses bukan soal siapa yang sampai lebih dulu, melainkan siapa yang benar-benar belajar di sepanjang jalan. Karena dalam hidup, tekunlah yang membawa teken, dan tekenlah yang menuntun hingga tekan. (Tim)