Efisien dan Merakyat, Desa Adat Kemenuh Upacarai 54 Sawa dalam Atiwa-Tiwa Kinembulan 2025

GIANYAR – Desa Adat Kemenuh, Kecamatan Sukawati, Gianyar kembali menyelenggarakan upacara besar tiga tahunan Atiwa-tiwa Masa Kinembulan, dengan mengupacarai 54 sawa pada Kamis, 26 Juni 2025. Upacara ini menjadi bukti semangat gotong royong masyarakat adat Kemenuh dalam mempertahankan tradisi, sekaligus berinovasi untuk efisiensi waktu dan biaya.
Rangkaian upacara dimulai sejak 19 Juni 2025 dengan prosesi mapakeling, dilanjutkan dengan upadesa sehari sebelum puncak acara. Pada hari puncak, prosesi ngagah dilangsungkan pagi hari di Setra Desa Adat Kemenuh, dan pembakaran sawa dilakukan siang harinya. Upacara ini dipuput oleh Ida Pedanda Griya Jeroan dan Ida Rsi Bhujangga Griya Angkling. Selanjutnya, prosesi nganyut ke Segara Pantai Lembeng Desa Ketewel langsung dilakukan di hari yang sama, dan keesokan harinya ditutup dengan mecaru di berbagai titik.
Bendesa Adat Kemenuh, Ida Bagus Putu Alit, menyatakan bahwa pihaknya terus berupaya menyempurnakan sistem upacara tanpa mengurangi esensi pitra yadnya. Menyikapi tantangan inflasi dan tingginya harga perlengkapan upacara, pihak desa melibatkan 45 orang kelompok serati banten dari tiga banjar adat untuk mengelola persiapan dan pelaksanaan upacara secara efisien. “Kami ingin masyarakat tetap bisa bekerja dan menjalankan kewajiban adat tanpa merasa terbebani secara waktu maupun biaya,” ungkapnya.
Dari sisi pendanaan, upacara ini didukung berbagai sumber: urunan krama sebesar Rp150 ribu per KK yang mengumpulkan Rp67 juta, tabungan kematian banjar sebesar Rp116 juta, LPD Kemenuh menyumbang Rp72 juta, Pemerintah Desa Kemenuh Rp45 juta, serta rencana bantuan dari Pemkab Gianyar Rp4 juta per sawa. Total anggaran diperkirakan mencapai Rp750 juta, mencakup hingga Atma Wedana atau Nyekah yang direncanakan pada 1 Juli 2025.
Bendesa Adat Kemenuh juga menyampaikan mimpi besarnya: suatu hari nanti, upacara Atiwa-tiwa di desanya bisa dilaksanakan secara gratis bagi seluruh krama. “Kami punya potensi dari Kemenuh Monkey River yang bisa dikembangkan untuk mendukung program ini. Astungkara, ke depan masyarakat kami tak lagi terbebani biaya untuk menjalankan kewajiban adatnya,” tutupnya penuh harap.
Upacara ini sekaligus menjadi wujud harmonisasi antara adat, inovasi, dan semangat kebersamaan masyarakat Desa Adat Kemenuh. (Tim)