Desa Pedawa, Desa Jaman Megalitikum dengan Beragam Kearifan Lokal

Desa Adat Pedawa merupakan salah satu desa adat tua yang berada di Kabupaten Buleleng Bali. Desa Adat ini mempunyai sejarah yang panjang. Namun catatan sejarah panjang Desa Adat Pedawa ini tidak tertuang dalam prasasti ataupun lontar-lontar secara khusus, Sejarah panjang ini sebagian besar hanya berdasarkan cerita turun temurun, meski juga tertuang sedikitpada beberapa lontar dari luar desa.

Sebelum bernama Pedawa, desa ini sebenarnya bernama Desa Gunung Tambleg, karena leluhur Desa Adat Pedawa berasal dari Tamblingan. Tidak diketahui secara pasti, apakah karena serangan musuh ataukah karena bencana alam, masyarakat dari Tamblingan itu ada yang berpidah ke Gobleg, ke Munduk, ada yang ke Selat, ke Kayuputih Melaka, dan juga ada yang ke Pedawa, termasuk juga ada di desa-desa lain.

Wilayah Pedawa yang ada sekarang ini, sudah didiami masyarakat sejak zaman Megalitikum. Ini dibuktikan dengan ditemukannya beberapa sarkofah (sarkofagus). Demikian juga ada taulan, gaingan, termasuk ada umah-umah (rumah) taksu sebagai tempat pemujaan sebelum jaman sejarah (jaman prasejarah). Termasuk juga di Pura Telaga Waja, ada suatu gundukan tanah sebagai tempat suci, yaitu namanya pengempelan, tempat memuja Ida Batara Pengempelan, Rambut Siwi dan Gunung Raung.

Sekitar tiga tahun lalu, orang-orang Kei, Maluku Tenggara, bersama Bapak Bupati beserta anggota DPRD nya, mencari leluhurnya di Bali. Setelah datang ke Pedawa, beliau telah meyakini bahwa leluhurnya berasal dari Pedawa.

Desa Adat Pedawa memiliki beragam keunikan. Dari segi budaya, dulu Desa Adat Pedawa tidak mengenal yang namanya Prajuru Adat, tidak mengenal yang namanya Bendesa. Namun lama-kelamaan, pada tahun 1985, dibentuk Prajuru Adat untuk membantu Penghulu. Sebab Penghulu pada saat itu sudah tua renta, juga tidak bisa membaca dan menulis huruf latin, Penghulu hanya paham huruf Bali. Masyarakat Pedawa sejak dulu tidak mengenal Kahyangan Tiga, yang ada adalah dangkaian desa, dimana ada enam tempat pemujaan. Dalam pelaksanaan upacara, bila di tempat lain ada sistem odalan, sementara di Pedawa memakai lelintih nemugelang. Keunikan lain lain ada beragam tetabuh. Kalau ingin mengumpulkan orang, ada tetabuhan yang khusus. Demikian juga dari sisi gegambelan (gong) bila ditempat lain memiliki instrumen atau gong yang sering disebut Gong Kebyar, sementara di Pedawa memiliki Gong Selunding. Berbagai permaian tradisional, seperti: gangsing, mecikal-cikalan, tajog dan lain sebagainya juga ada di Pedawa, termasuk juga babar pangkung.

Rumah-rumah bambu salah satu ciri khas Desa Pedawa

Mata pencaharian yang utama daripada masyarakat Pedawa adalah pertanian. Pada mulanya orang Pedawa itu dikenal sebagai petani aren, menyadap getah aren untuk dijadikan gula. Gula Pedawa ini terkenal dari dulu sampai sekarang, ikon orang Pedawa itu adalah gula aren. Hanya saja, sesuai dengan perkembangan jaman dan desakan kehidupan penduduk, banyak yang beralih ke kopi. Banyak pohon-pohon aren ditebang untuk ditanami pohon kopi, kemudian setelah itu masukl lagi tanaman cengkeh, buah-buahan durian, manggis dan sebagainya.

Orang Pedawa tempo dulu jarang minum kopi dengan jajan seperti di kota, namun orang Pedawa minum kopi bersama dengan makan gula aren. Gulanya dimakan, bukan dimasukkan kedalam cangkir kopi. Ada juga makanan ketela pohon, keladi, ubi. Orang-orang tempo dulu kalau sudah dapat makanan itu di pagi hari, kemudian minum kopi dicampur dengan gula, maka jam sebelas siang baru akan makan.

Desa Pedawa juga makanan (kuliner) khas, misalnya jaje (jajan) buah bunut, sate keladi, ada bandut dan sebagainya. Untuk sate keladi, bahan yang umum dulu, kemudian dikukus, lalu di ijuk, kemudian dicampurkan parutan kelapa dan bumbu, kemudian dikepalkan pada tusuk satenya. Saat ini Sate Keladi dikreasikan dengan campur daging sedikit supaya lebih enak, ada juga yang dicampur ikan.

Demikianlah tentang Desa Adat Pedawa yang memiliki sejarah begitu panjang. Semoga beragam kearifan lokal yang dimiliki Desa Adat Pedawa tetap bertahan sepanjang jaman.

Jangan pernah mengubah kearifan lokal dengan bersandar pada pijakan logika-logika dangkal yang kebenarannya belum pasti, karena kearifan lokal tidak pernah bisa di nilai harganya.

Oleh: Tim Desa Adat Pedawa