Merawat Jati Diri Budaya Nusantara, Kearifan Sunda dan Tradisi Sekaten Surakarta

Merawat Jati Diri Budaya Nusantara, Kearifan Sunda dan Tradisi Sekaten Surakarta
Budaya Sekaten.

DENPASAR - Indonesia adalah negara dengan keberagaman budaya yang kaya, yang tercermin dalam tradisi dan falsafah hidup setiap suku bangsa. 

Dua di antaranya adalah budaya Sunda dan tradisi Sekaten Surakarta, yang hingga kini tetap menjadi warisan penting dalam membangun identitas bangsa.

Kembali ke Jati Diri Budaya Sunda

Budaya Sunda dikenal dengan falsafah hidup yang mengedepankan harmoni dan kesantunan. Nilai-nilai seperti silih asih, silih asah, dan silih asuh mengajarkan masyarakat untuk saling mencintai, berbagi ilmu, dan menjaga satu sama lain. 

Selain itu, prinsip cageur, bageur, bener, pinter, tur singer membentuk karakter ideal masyarakat Sunda: sehat, baik hati, berintegritas, cerdas, dan sigap.

Falsafah ini tidak hanya menjadi pedoman hidup, tetapi juga alat pemersatu dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai contoh, prinsip “Tata Tentrem Kerta Raharja” mengajarkan pentingnya gotong royong, tata krama, dan kehidupan yang damai. 

Masyarakat Sunda juga menjunjung tinggi konsep hirup sauyunan, yaitu kebersamaan dan solidaritas dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan menggali kembali nilai-nilai luhur ini, masyarakat Sunda tidak hanya menjaga warisan budaya, tetapi juga memperkuat jati diri bangsa di tengah modernisasi.

Tradisi Sekaten, Jejak Penyebaran Islam di Jawa

Berbeda dari budaya Sunda, tradisi Sekaten di Surakarta menjadi saksi sejarah penyebaran Islam di Jawa. Tradisi ini berawal dari era Walisongo yang memanfaatkan gamelan sebagai media untuk menyampaikan ajaran Islam. 

Nama Sekaten berasal dari kata syahadatain, yang mengacu pada dua kalimat syahadat yang diajarkan kepada masyarakat setelah mendengar lantunan gamelan.

Dilaksanakan setiap bulan Maulid, Sekaten bukan hanya menjadi perayaan keagamaan, tetapi juga wadah pembelajaran budaya, interaksi sosial, dan penggerak ekonomi.

Pagelaran ini dimulai dengan penabuhan gamelan Kyai Guntur Sari dan Kyai Guntur Madu di Masjid Agung Surakarta. Selanjutnya, acara dilengkapi dengan pasar malam, upacara Tumplak Wajik, dan puncaknya, Grebeg Maulud.

Dalam tradisi ini, terdapat nilai-nilai penting seperti:

• Nilai Agama: Mengingatkan masyarakat akan pentingnya agama sebagai pedoman hidup.

• Nilai Pendidikan: Mengajarkan generasi muda tentang sejarah dan budaya Jawa.

• Nilai Ekonomi: Membuka peluang bagi masyarakat untuk berdagang.

• Nilai Sosial: Menjadi ajang interaksi lintas kalangan tanpa memandang status sosial.

Menjaga Warisan Budaya untuk Masa Depan

Budaya Sunda dan tradisi Sekaten adalah dua contoh nyata kekayaan budaya Indonesia yang sarat dengan nilai-nilai luhur. Melestarikannya berarti merawat jati diri bangsa di tengah arus globalisasi. Sebagai generasi penerus, sudah menjadi tanggung jawab kita untuk menjaga, menghidupkan, dan meneruskan nilai-nilai tersebut agar tetap relevan dalam kehidupan modern.

Dengan kembali kepada akar budaya, Indonesia dapat terus menjadi bangsa yang kokoh, harmonis, dan berkarakter. 

Kita bukan hanya pewaris, tetapi juga penjaga dari kekayaan budaya yang tak ternilai ini. (Ray)