Seri II: Runtuhnya Mataram Islam dan Warisan Budaya
KISAH NUSANTARA - Masa kejayaan Mataram Islam mulai pudar pasca wafatnya Sultan Agung. Penggantinya, Amangkurat I, memindahkan keraton ke Plered, namun gagal mempertahankan stabilitas kerajaan.
Pengaruh VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) semakin menguat, memanfaatkan konflik internal di istana untuk melemahkan kedaulatan Mataram. Perang antara Amangkurat III dan Paku Buwono I semakin memperlemah posisi kerajaan.
Puncak keterpurukan Mataram terjadi pada tahun 1755 melalui Perjanjian Giyanti, yang difasilitasi oleh VOC. Perjanjian ini membagi Mataram menjadi dua entitas: Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta, mengakhiri kekuasaan tunggal Mataram Islam sebagai pusat kekuatan di Jawa.
Meski runtuh, warisan Mataram Islam tetap lestari. Masjid-masjid agung seperti Masjid Gedhe Kauman di Yogyakarta dan Masjid Agung Surakarta menjadi saksi bisu keagungan masa lalu.
Seni, sastra, dan tradisi Jawa yang dikembangkan pada era Mataram terus dilestarikan hingga sekarang, memperkaya khazanah budaya Nusantara.
Kerajaan Mataram Islam tidak hanya meninggalkan jejak sejarah, tetapi juga nilai-nilai yang membentuk identitas budaya Jawa, menjadikannya salah satu simbol kekuatan dan harmoni Islam-Jawa yang berpengaruh di Nusantara. (Ray)