Serangan Jadi Teladan Bali, Olah Sampah Jadi Sumber Daya Lewat Teba Modern dan Angen Bali

Serangan Jadi Teladan Bali, Olah Sampah Jadi Sumber Daya Lewat Teba Modern dan Angen Bali

DENPASAR – Desa Serangan kembali mencatat langkah maju dalam pengelolaan sampah berbasis sumber. Lewat kolaborasi erat dengan PT Bali Turtle Island Development (BTID), desa pesisir ini tidak hanya berfokus pada penanganan sampah plastik dan organik, tetapi juga mengubahnya menjadi peluang ekonomi baru, Rabu (21/8/2025).

Sejak 2023, sebanyak tujuh unit teba modern berdiri di sejumlah fasilitas umum. Kini, inisiatif tersebut diperkuat dengan pembangunan empat unit tambahan yang diresmikan 19 Agustus 2025. Desa Serangan menargetkan hingga 100 unit teba modern, ditambah 19 unit dukungan dari BTID, untuk ditempatkan di ruang-ruang publik.

“19 Agustus menjadi momentum kebangkitan. Bagi kami, membangun teba modern adalah kewajiban demi menyelamatkan bumi,” ujar Jro Bendesa Serangan, I Nyoman Gde Pariatha.

Upaya ini berjalan berdampingan dengan program Angen Bali, sebuah workshop kreatif yang mengolah sampah plastik laut menjadi produk bernilai, seperti kalung ID tag. “Solusi sejati datang dari masyarakat. Tugas kami menjaga agar inisiatif ini terus berjalan dan jadi contoh bagi Bali bahkan Indonesia,” ungkap Zakki Hakim, Kepala Komunikasi BTID.

Langkah pengelolaan sampah ini juga masuk dalam agenda tahunan Serangan Bersih Indah Asri (Bersinar) yang berlangsung 6 Agustus–19 September 2025. Kepala Kelurahan Serangan, Ni Wayan Sukanami, menekankan pembangunan teba modern tak hanya bagian dari Bersinar, tetapi juga menjaga reputasi Serangan sebagai desa wisata rintisan.

Manfaat langsung pun mulai dirasakan. Menurut I Wayan Patut, aktivis lingkungan Serangan, kompos hasil olahan teba modern digunakan warga untuk pertanian sekaligus membuka peluang usaha baru.

Upaya Serangan selaras dengan kebijakan Pemkot Denpasar yang mewajibkan setiap kelurahan membangun teba modern. Anggaran Rp450 juta per kelurahan telah disiapkan untuk penyediaan 100 unit teba modern berkapasitas 100 liter dan 200 komposter.

Kini, warga Serangan kian terbiasa memilah sampah: plastik masuk ke Angen Bali untuk didaur ulang, sedangkan limbah organik—termasuk sisa hasil laut—diolah jadi pupuk kompos. Gotong royong warga, dukungan desa adat, serta peran generasi muda menjadikan program ini kian hidup.

Di tengah ancaman darurat sampah Bali, Serangan menunjukkan jalan keluar: bukan lewat teknologi mahal, melainkan lewat inovasi lokal, partisipasi warga, dan semangat kebersamaan. Dari desa pesisir ini, lahirlah inspirasi bahwa sampah bisa diubah jadi sumber daya, lingkungan tetap terjaga, dan masyarakat memperoleh manfaat ekonomi. (Tim)