Jejak Gelap Tragedi Hiace Bali, Bongkar Mafia Travel Ilegal yang Mengoyak Wajah Pariwisata Bali
DENPASAR – Tragedi maut yang menewaskan lima turis Tiongkok di jalur ekstrem Singaraja–Denpasar bukan sekadar kecelakaan lalu lintas biasa. Peristiwa pada Jumat (14/11) itu membuka tabir kelam industri pariwisata Bali, yang selama ini tampak gemerlap namun menyimpan sisi gelap: travel ilegal, armada tanpa izin, sopir freelance tanpa SOP, hingga minimnya pengawasan keselamatan wisatawan.
Investigasi mengungkap jejak paket wisata misterius tanpa catatan resmi, didaftarkan melalui agen yang tidak terdaftar dan tak memiliki kantor jelas—pola klasik jaringan travel ilegal berkedok rekomendasi teman.
Berita sebelumnya klik untuk link,
Kecelakaan Maut Libatkan 5 Turis Tiongkok, Paket Wisata Diduga Diurus Travel Ilegal
Kendaraan Toyota Hiace yang ditumpangi korban bahkan tidak terdata sebagai armada wisata, tidak memiliki izin angkutan pariwisata, tidak menjalani uji KIR berkala, dan tidak dilengkapi asuransi perjalanan.
Sumber internal transportasi wisata menyebut praktik “pinjam bendera” diduga kuat terjadi, mobil pribadi disewakan harian dan dilegalkan secara liar melalui agen resmi tanpa prosedur sah, sehingga saat kecelakaan terjadi, seluruh penanggung jawab menghilang tanpa jejak.
Pukul 04.20 WITA, Hiace yang membawa 13 wisatawan melaju di turunan tajam Desa Padangbulia. Dalam hitungan detik kendaraan kehilangan kendali, menghantam pohon dan terpental ke kebun warga. “Suara benturannya seperti bom,” kata saksi mata. Lima wisatawan tewas di tempat, delapan lainnya dirawat intensif di RS KDH Singaraja.
Sopir bernama Arif selamat, namun pengakuannya justru memunculkan tanda tanya besar. “Saya tidak mengantuk. Saya biasa melalui jalur itu,” ujarnya. Jika benar berpengalaman, mengapa kehilangan kendali di jalur yang disebutnya sudah dikuasai? Jalur Singaraja–Denpasar adalah rute ekstrem yang berkabut, minim rambu, penuh tikungan tajam—namun tetap dipaksakan oleh travel murah demi mengejar jadwal padat, bukan keselamatan.
Kejanggalan makin terlihat ketika polisi menelusuri kontak agen. Nomornya tidak aktif. Alamat kantor diduga palsu. Sopir bukan karyawan tetap, melainkan freelance yang direkrut mendadak tanpa briefing keselamatan, tanpa SOP rute, dan hanya diberi instruksi singkat “antar tamu ke Bedugul lalu Denpasar.”
Wisatawan tidak dilindungi asuransi karena hanya agen resmi yang diwajibkan menyediakan perlindungan tersebut. Hilangnya pihak penyelenggara tur setelah tragedi membuat pertanggungjawaban nyaris mustahil ditelusuri, memperlihatkan betapa rapuhnya sistem perlindungan wisatawan dalam ekosistem pariwisata yang selama ini dipuji dunia.
Gubernur Bali Wayan Koster telah memerintahkan penelusuran terhadap pemilik kendaraan dan agen perjalanan, serta berjanji memberikan sanksi tegas. “Ini bukan kecelakaan biasa. Ada tanggung jawab besar dari penyelenggara tur,” tegasnya.
Polisi melibatkan Traffic Accident Analysis (TAA), Interpol, dan Konsulat Tiongkok untuk memastikan investigasi berjalan komprehensif, termasuk mengungkap apakah tragedi ini merupakan kecelakaan murni atau kelalaian sistematis yang telah lama dibiarkan. Sementara itu, kasus ini menjadi sorotan tajam media Tiongkok, berpotensi mencoreng citra Bali sebagai destinasi premium yang aman.
Pelaku industri menyebut tragedi ini sebagai “bom waktu yang akhirnya meledak,” menandai urgensi penertiban travel ilegal yang selama ini beroperasi tanpa kendali.

Ketua ASITA Bali, I Putu Winastra, menegaskan bahwa tidak ada anggota asosiasinya yang terlibat. Ia mendorong pemerintah dan pihak Imigrasi bertindak tegas. “Kita harus punya data pengunjung dengan visa turis.
Ke depan akan ada draft Perda yang mewajibkan wisatawan bekerja dengan travel lokal agar perlindungan dan tanggung jawabnya jelas,” ujarnya. Tragedi yang merenggut lima nyawa ini bukan peristiwa tunggal, melainkan puncak gunung es dari jaringan bisnis ilegal yang mengorbankan keselamatan demi keuntungan.
Bali kini berada di persimpangan: melakukan pembersihan total demi menyelamatkan masa depan industrinya, atau membiarkan tragedi serupa terulang. (Ray)

