Dana Sesari Disoal, Warga Adat Desak Pengurus Pura Melanting Transparan

Dana Sesari Disoal, Warga Adat Desak Pengurus Pura Melanting Transparan
I Nyoman Kenak, S.H., Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali.

"Tuhan Yang Maha Esa akan mengambil kekayaan mereka yang suka memeras bawahan dan orang-orang disekitarnya. Demikian pula mereka yang tidak membagikan kekayaannya kepada pekerja-pekerja yang ulet membanting tulang". (Rg.Veda V42.9)

DENPASAR – Polemik pengelolaan dana punia (sesari) di Pura Melanting, Banjar Dinas Melanting, Dusun Banyupoh, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, kembali mencuat. Hal itu dipicu oleh adanya surat tertanggal 21 Agustus 2025 yang dilayangkan oleh pengayah Pura Melanting kepada Kapolres Buleleng.

Pura Melanting 

Dalam surat tersebut, dipersoalkan penguasaan dana sesari sejak tahun 2008 yang disebut-sebut tidak pernah dilaporkan secara transparan kepada 51 orang pengempon atau pengurus pura (Jero Mangku). Padahal, sebagai salah satu pura besar yang disungsung banyak pemedek, termasuk para pedagang dan pengusaha, sesari di Pura Melanting diperkirakan cukup besar, bahkan setara dengan pura populer lain seperti Pura Tanah Kilap.

Pengumpulan sesari di Pura Melanting - 14/01/2025.

Bagi umat Hindu, punia sesari merupakan persembahan tulus ikhlas kepada Tuhan, baik berupa uang maupun barang, sebagai wujud dharma, sradha, dan bhakti. Namun, warga adat yang berjumlah sekitar 150 KK menegaskan bahwa dana tersebut juga harus dikelola untuk kepentingan pura sekaligus kesejahteraan para Jero Mangku.

Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali, I Nyoman Kenak, S.H., saat dimintai tanggapan menyebutkan bahwa polemik semacam ini semestinya tidak perlu terjadi jika semua pihak berpegang pada nilai keharmonisan.

Bhisama Sabha Pandita Tentang Dana Punia (klik untuk buka files)

“Dalam ajaran Weda ditegaskan pentingnya satya (kebenaran, kejujuran, kesetiaan). Kalau awig-awig atau purana dianggap kurang adil, itu bisa diamandemen demi kebaikan bersama,” ungkapnya, Selasa (26/8/2025).

Meski demikian, ia mengaku belum mendalami secara detail kasus yang terjadi di Pura Melanting. Menurutnya, persoalan sesari seharusnya menjadi ranah desa adat, dan bila ada indikasi pelanggaran, laporan ke pihak berwenang memang wajib ditindaklanjuti.

“Di tingkat mrajan kecil saja, pemasukan dan pengeluaran sesari wajib disampaikan secara terbuka. Apalagi di pura sebesar Melanting,” tegasnya.

Kenak juga menekankan, dana sesari sejatinya digunakan untuk menjaga kelestarian pura sekaligus menyejahterakan para pengempon. Ia mendorong penyelesaian masalah dilakukan secara internal dengan melibatkan pihak ketiga yang netral agar tidak menimbulkan konflik berkepanjangan.

Sebagai catatan, berdasarkan Purana Pura Agung Pulaki terbitan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali (2003), Pura Melanting merupakan salah satu pura “pesanakaan” atau pura pengikut dari Pura Agung Pulaki. 

Adapun Pura Pulaki berstatus sebagai Pura Kahyangan Jagat, tempat suci universal yang menjadi tanggung jawab seluruh umat Hindu di Buleleng dan tidak mengenal namanya Pemangku Pemucuk. (Ray) 

Bagi para pihak yang merasa adanya kekeliruan dan bantahan mohon ajukan hak jawab dan hak koreksi kepada kami.