Soroti Dugaan Kriminalisasi Jero Kepisah, Ahli Hukum Minta Penyidik Polda Bali Bersikap Netral

Soroti Dugaan Kriminalisasi Jero Kepisah, Ahli Hukum Minta Penyidik Polda Bali Bersikap Netral
Dok : Ahli Hukum Adat Bali, Dr. I Ketut Wirawan, SH, M.Hum.

Bali Satu Berita | Denpasar – Dugaan kasus kriminalisasi ahli waris Jero Kepisah menjadi sorotan sejumlah ahli hukum di Bali, dimana permasalahan kasus dugaan tersebut yang berawal dari adanya sengketa tanah waris AA Ngurah Oka dari Jero Kepisah selaku ahli waris aIm I Gusti Raka Ampug alias I Gusti Gede Raka Ampug alias AA Raka Ampug, dengan seseorang inisial AAEW yang telah mengklaim juga sebagai ahli waris dengan melakukan pelaporan terhadap AA Ngurah Oka ke Ditreskrimsus Polda Bali atas dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan pemalsuan silsilah. Ditulis pada Minggu (8/1/2023).

Menanggapi ramainya pemberitaan di Media Massa, salah satu ahli hukum adat Bali, Dr. I Ketut Wirawan, SH, M.Hum mengatakan, dalam hal ini penyidik Ditreskrimsus Polda Bali yang menangani kasus dugaan tersebut berdasarkan laporan yang dibuat oleh AAEW diminta untuk dapat bersikap obyektif dengan memperhatikan adat dan budaya yang berlaku di masyarakat Bali secara presisi.

Selain itu, dirinya juga mempertanyakan soal legal standing (kedudukan hukum) dan bukti-bukti dokumen sah yang dijadikan dasar dari pihak pelapor (AAEW) saat melakukan laporan ke polisi.

“Berdasarkan informasi yang saya ketahui dari pemberitaan di media, jadi kita mulai saja dengan laporan ataukah gugatan. Jadi kan ada dua. Kalau laporan itu sifatnya ke pidana, kalau gugatan itu perdata. Nah sekarang masalahnya, apakah yang melapor ini punya legal standing untuk melapor? Itu sebenarnya dulu dipermasalahkan. Jika dia (AAEW) punya legal standing untuk melapor, baru laporan itu bisa diterima. Nah misalkan saja, jelas legal standing dia, apa kepentingan dia melakukan laporan itu,” jelas Wirawan saat dikonfirmasi langsung.

Lebih jauh dirinya juga menjelaskan, bahwa implikasi dari aparatur negara apabila mengeluarkan bukti-bukti tidak legal maka tak menutup kemungkinan akan dituntut secara hukum. Pengeluaran atau penginformasian data secara melawan hukum dapat dikenakan pidana bagi pejabat yang melakukannya. Menurutnya, hal itu harus ditunjukkan dan dapat dibuktikan dengan jelas secara hukum.

“Sekarang kalau melapor mengenai tanah, dia harus mengajukan bukti. Apakah ada bukti dia kepemilikan atas tanah itu, atau bagaimana, sampai dia berani melaporkan itu. Dan, pengajuan bukti-buktinya harus dilakukan dengan legal (sah secara hukum). Jangan sampai mengambil bukti dengan tidak legal. Itu salah juga nanti. Pemalsuan data oleh pejabat dapat dikenakan pidana bagi pelakunya. Bisa-bisa aparat juga, jika mengeluarkan bukti-bukti secara tidak legal dan tidak pantas dikeluarkan misalkan rahasia negara, itu bisa dituntut,” ungkapnya.

Seharusnya, legal standing dan seluruh bukti-bukti harus dilengkapi terlebih dahulu, dan harus melalui proses pengujian di Pemhadilan secara Perdata, dimana menurut Wirawan sengketa tanah pada umumnya terjadi karena adanya permasalahan legalitas atas dokumen yang dimiliki, ketika jenis tanah atau status hukumnya tidak jelas, dan dalam hal ini pihak AA Ngurah Oka selaku ahli waris Jero Kepisah sudah mendaftarkan pensertifikatan hak miliknya di BPN Kota Denpasar untuk tanah waris yang berlokasi di Subak Kredung, Pedungan, Denpasar Selatan.

“Adakah kerugian dia apa. Nah katakanlah kalau kerugian bukan dia (pelapor, red) langsung yang rugi, negara atau apa, itu legal standing namanya. Dia harus kumpulkan orang dulu. Orang di Pedungan ada kenal dia ndak, punya merajan ndak di sana. Ini harus ditanyakan dengan orang di desa sana. Biasanya kalau sudah rajeg (menetap lama, red) tinggal di desa itu, pasti punya sanggah, atau pemerajan agung,” tegasnya.

Santer diberitakan sebelumnya, ahli waris Jero Kepisah AA Ngurah Oka merasa dirinya dikriminalisasi, dan sempat dijadikan tersangka oleh oknum penyidik Polda Bali atas dasar pemalsuan silsilah yang menurutnya tak pernah dilakukannya.

Orang tersebut (Pelapor, AAEW) dikatakan telah memiliki alas hak berupa IPEDA (iuran pembangunan daerah) tahun 1948 dan 1954 atas tanah yang sama dengan tanah warisan keluarga AA Ngurah Oka yang telah dikuasai secara turun-temurun oleh pihaknya selaku ahli waris, dimana sempat juga diceritakan oleh AA Ngurah Oka AAEW sempat juga mendatangi keluarga Jero Kepisah untuk meminta bagian setengah dari tanah tersebut.

Atas apa yang telah dialami oleh AA Ngurah Oka tersebut, kritik kembali datang dari salah satu ahli hukum agraria, Dr. Anak Agung Ngurah Agung, SH, M.Hum kepada wartawan mengatakan, sesuai kearifan lokal di Bali, satu orang yang sama, bisa dipanggil atau ditulis dalam banyak nama panggilan. Hanya pihak keluarga dan aparat desa yang tahu lebih banyak tentang asal-usul atau silsilah termasuk aset yang dimiliki warganya. Sekalipun dalam silsilah nama leluhurnya yang di Pedungan itu berbeda, hal itu mengacu kepada SPPT (Surat Pemberitahuan Pembayaran Pajak) supaya terpenuhinya proses penyertikatan.

Dirinya juga menyoroti terkait masalah silsilah diduga palsu yang disangkakan oleh pelapor (AAEW) dalam laporannya ke Polda Bali terhadap AA Ngurah Oka dari Jero Kepisah selaku terlapor, dimana silsilah dari terlapor dibuat jauh sesudah tanah tersebut dikuasai oleh leluhur Jero Kepisah semenjak ratusan tahun lalu.

“Tanah itu sudah dikuasai ratusan tahun, sudah turun-temurun. Nah untuk menyertifikatkan itulah membuat silsilah berdasarkan SPPT (Surat Pemberitahuan Pembayaran Pajak) yang tercantum, yang penulisannya seperti itu. Dan dia (AANEW, red) yang katanya punya girik, punya pipil, punya apapun, itu sudah tidak berlaku dari tahun terbitnya sertipikat hak atas tanah. Sehingga pipil, girik, pedol dan lain-lain tidak berlaku lagi dan kalau ada yang mengaku punya pipil harus dibuktikan hak keperdataannya lewat gugatan di pengadilan bukan lewat pidana,” jelasnya.

Mengutip pasal 49 UUPA (Undang Undang Pokok Agraria), Dr. Anak Agung Ngurah Agung, SH, M.Hum menilai secara penguasaan tanah itu sudah dikuasai oleh Keluarga Besar Jero Kepisah, menurutnya di lahan tersebut ada badan keagamaan, Pura Sungsungan keluarga yang sudah dikuasai ratusan tahun secara turun-temurun. Sehingga laporan yang dilakukan oleh AAEW tidak memiliki dasar yang kuat, dan harus duji kebenaran dan keabsahannya.

“Tapi di sana substansi hukum dan legal standing hukumnya di sana. Itu penekanannya di sana, baru membuat silsilah berdasarkan pajak yang dibayarkan. Itu silsilah yang benar berdasarkan kesepakatan keluarga,” terang Agung.

Terkait penanganan kasus ini ia berharap pihak Ditkrimsus Polda Bali harus tahu dan paham bahwa yang menyatakan nama atau silsilah tersebut palsu atau tidak adalah pihak keluarga bukan orang lain.

Dikonfirmasi sebelumnya, atas dugaan kriminalisasi tersebut, Kapolda Bali Irjen Pol Putu Jayan Danu Putra, saat ditemui di sela-sela rilis pengungkapan kasus narkoba di halaman Ditresnarkoba Polda Bali, Denpasar, pada Selasa (12/4/2022) lalu, menyatakan akan menindak tegas bagi anggotanya yang melanggar disiplin.

“Apapun itu, pungli dan perbuatan yang melanggar disiplin lainnya kita akan tegas,” pungkas Kapolda. (BSB/AAR)