Tolak Kenaikan Pajak SPA 40%, "Pemerintah Bunuh Kearifan Lokal"

Tolak Kenaikan Pajak SPA 40%, "Pemerintah Bunuh Kearifan Lokal"
Foto: Konfrensi Pers Bali SPA Bersatu di Denpasar, Selasa (16/1/24).

DENPASAR - Kenaikan pajak untuk golongan hiburan yang menyenggol SPA sebagai bagian dari pajak paling rendah 40% dan paling tinggi 75% untuk jasa SPA, yang tertuang dalam pasal 58 (2) UU Nomor 1 Tahun 2022, membuat banyak usaha SPA kecil maupun besar berteriak kencang.

I Gusti Ketut Jayeng Saputra selaku Ketua Inisiator Bali SPA Bersatu menyebutkan kebijakan pemerintah seperti ini dapat membunuh perlahan industri SPA di Bali kedepannya. Sedangkan bila dibandingkan dengan negeri Thailand malah diturunkan menjadi 5% untuk upaya pemerintahnya mendukung dunia pariwisata.

Ia menyebutkan pemerintah telah salah kamar dengan mengklasifikasikan usaha jasa SPA (Sante Par Aqua) masuk dalam jenis usaha hiburan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, selain Thailand, Bali juga menghadapi persaingan dengan Dubai yang saat ini menduduki peringkat pertama wisata dunia, juga negara-negara Eropa lainnya. 

Angka pajak sebelumnya 10-15 persen dianggap lebih pas daripada 40 persen. Tentu ini menjadi kekhawatiran akan menurunkannya kunjungan ke Bali, sementara pariwisata Bali sedang dalam pemulihan.

Melalui petisi yang sudah dilayangkan, mereka dalam kelompok Bali SPA Bersatu mendorong Presiden Joko Widodo untuk segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) untuk menyelamatkan usaha SPA dengan kearifan lokal khususnya yang ada di Bali.

"Di negara manapun, telah menetapkan bahwa kegiatan usaha SPA merupakan usaha bidang jasa kesehatan dan perawatan "

" Saya rasa apa yang diatur didalam UU Nomor 1 2022 Pemerintah sudah salah kaprah dalam menetapkan, terlebih ada satu pasal menyebut ketentuan pajak paling rendah 40% dan paling tinggi 75% "

" Wisatawan mana yang mau menanggung itu? Sedangkan diangka 15% saja bagi mereka sudah terlalu mahal, bisa-bisa kami gulung tikar," tegasnya, Selasa (16/1/24).

Dengan ini pihaknya menekankan sudah melakukan upaya hukum dengan mengajukan Permohonan Pengujian Materi (Judicial Review) kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

"Hal ini tentu saja sudah mengguncang kami, tidak ada keadilan bagi kami para pelaku bisnis usaha SPA di Bali "

" Kami berharap Presiden Jokowi bisa segera mengeluarkan PERPPU untuk menyelamatkan kami. Jika ini terus (UU Nomor 1 2022, red) berjalan, kedepan banyak usaha yang tutup dan pengangguran meningkat," paparnya.

Tim Advokasi Bali SPA Bersatu Mohammad Ahmadi dan Mohammad Hidayat menambahkan, terkait Judicial Review di MK No.10-1/PUU/PAN.MK/AP3 saat ini sedang berproses. Pihaknya masih menunggu jawaban dari MK untuk persidangannya.

Tentu bila diteruskan ini dapat menyebabkan punahnya kegiatan yang bisa dibilang sebagai penyembuhan kearifan lokal seperti balinese massage dan boreh. Tentu kebijakan seperti ini tidak memberikan ruang untuk mampu berkreasi dalam ruang pariwisata di Bali dengan tergerusnya tamu yang menggunakan jasa SPA. 

" Pemerintah jangan hanya memikirkan perutnya sendiri saja, tetapi wajib mengayomi seluruh komponen penghidupnya di Bali ini, seperti kami di Bali khususnya, " teriak salah satu pengusaha SPA yang tidak mau disebutkan namanya ini. (*)