Warga Desa Adat Pererenan Gugat SK Bupati Badung Terkait Sewakan Tanah Negara Pada Investor

Warga Desa Adat Pererenan Gugat SK Bupati Badung Terkait Sewakan Tanah Negara Pada Investor
Kuasa hukum warga Desa Adat Pererenan, I Wayan Koploganantara, SH, MH

DENPASAR - Warga Desa Adat Pererenan memprotes mengenai pelanggaran sempadan yang terjadi di Pantai Lima, terkait adanya dugaan ijin pembangunan oleh Bupati Badung kepada investor di tanah negara, yang berdampak pada menyempitnya akses masuk ke Pantai Lima bagi krama Desa Adat Pererenan, termasuk menganggu aktivitas warga yang akan melakukan kegiatan keagamaan.

Melalui kuasa hukumnya, I Wayan Koploganantara, SH, MH, ratusan warga Desa Adat Pererenan mengajukan gugatan hukum terhadap Bupati Badung ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar, Rabu (18/09/2024)

Gugatan dengan register tanggal pendaftaran 18 September 2024, nomor register 559861-18092024PYF PTUN Denpasar, kemudian pendaftaran perkara berhasil dengan Nomor Perkara: 30/G/2024/PTUN.DPS.

Gugatan ini diajukan terhadap obyek hukum SK Bupati Badung No 604/01/HK/2022 dengan kode S501, S502 dan S503  yang menyatakan bahwa tanah negara di tukad Surungan sebagai aset Pemda Badung.

Selain itu juga ada gugatan terhadap surat Bupati Badung nomor SK- PBG-510302 -14052024-001 pada 14 Oktober 2024 tentang pemberian ijin membangun kepada investor yakni PT Pesona Pantai Bali, di tanah negara tersebut.

Pihaknya memaparkan gugatan ini dilandasi atas kedua keputusan yang disahkan Bupati Badung, diduga melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik, yaitu asas penyalahgunaan kewenangan, asas keberpihakan, asas manfaat, dan asas kehormatan.

"Diduga Bupati Badung, baru mencatat sebagai aset daerah atas tanah negara, baik untuk Tukad Surungan dan Tukad Baosan. Kemudian serta merta telah menyewakan kepada pihak investor. Hal itu sebagai penyalahgunaan kewenangan. Sebab, itu bukan bukti hak milik, tetapi itu baru hanya tercatat," paparnya.

Tukad Surungan sudah turun temurun dirawat dan dipelihara oleh Desa Adat Pererenan sebagai tempat pangkalan perahu nelayan.

Untuk itu pihaknya sudah mengajukan permohonan sertifikat kepada negara agar lahan tersebut menjadi plaba pura.

”Sesuai dengan Perda no 4 tahun 2019 tentang desa adat di pasal 55 disebutkan bahwa tukad Surungan dan tukad Baosan adalah milik desa adat. Bahkan di awig-awig desa adat juga disebutkan bahwa Sungai Surungan merupakan milik Desa Adat,” ucapnya.

"Tahun 2022, tanah negara ini sudah sempat kami mohonkan sertifikat.Tapi, sempat ditolak oleh BPN, karena di sana ada perorangan yang masuk.Tahun 2023, dilanjutkan permohonan yang kedua, yang mohon adalah Desa Adat Pererenan untuk dijadikan sebagai Pelaba Pura. 
Usai dilakukan pengukuran di Desa Adat Pererenan, dan Panitia BPN Badung menggelar sidang di desa, dimana saat kita tinggal menunggu keluarnya sertifikat, muncul adanya keberatan dari Bupati Badung, tanpa alasan yang jelas," tegasnya

"Desa adat adalah subyek hukum, yang memiliki kedudukan hukum hak legal standing yang sejajar dengan Pemda Badung.
Jadi bukan berada dibawah seperti anak dan ibu," jelas Wayan Koploganantara.

Gugatan di PTUN ini dilakukan karena upaya mediasi yang dijanjikan melalui ketua komisi dua DPRD Badung, tidak ada realisasinya.

"Selama dua bulan kami menunggu upaya pertemuan untuk mediasi seperti yang di janjikan oleh ketua komisi dua DPRD Badung, tapi tidak pernah terwujud sehingga kami ajukan gugatan ini," ujarnya.

Sesuai moto Kabupaten Badung : Cura Darma Raksaka, artinya Pemerintah maupun masyarakat kabupaten Badung berkewajiban untuk berani dalam menegakkan kebenaran.

"Artinya Bupati juga berkewajiban untuk menegakkan kebenaran untuk mensejahterakan masyarakatnya," pungkasnya. (E'Brv)