Isu PKKRPL Kuasai Ruang Laut Nelayan, BTID: Keliru, itu Pengusahaan 

Isu PKKRPL Kuasai Ruang Laut Nelayan, BTID: Keliru, itu Pengusahaan 
Ilustrasi: Aturan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) bagi pengusahaan ruang laut.

DENPASAR - Banyak berita berseliweran tentang PT Bali Turtle Island Development (BTID) yang isunya dikatakan ingin mencaplok laut dan pulau Serangan. Bahkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) juga menjadi permasalahan baru. 

Pasal 11 Peraturan Presiden No.34 Tahun 2019, Pasal 10 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.8 Tahun 2019 serta Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN No.17 Tahun 2016, yang ditekankan menjadi momok di media yang dikatakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperketat aturan main dalam pemanfaatan Pulau-pulau Kecil di Indonesia. Salah satunya, melarang penguasaan pulau secara utuh.

" Investor tak dapat menguasai satu pulau secara utuh, " ujar Muhammad Yusuf, Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KKP), Selasa (12/9/2023).

Menghubungi pihak humas PT. BTID, Zakki Hakim menjelaskan bahwa sebagai Badan Usaha Pembangun dan Pengelola KEK Kura Kura Bali. Justru Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) itu adalah aturan yang datang dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

" Dalam hal ini pemerintah pusat mengumpulkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari badan usaha yang melakukan kegiatan ekonomi di ruang laut, tetapi tidak berlaku bagi masyarakat nelayan tradisional "

Disini yang dimaksudkan adalah BTID atau badan hukum lain (termasuk BUMN, BUMD, Dinas) yang melakukan kegiatan ekonomi di ruang laut harus membayar semacam retribusi (PNBP) kepada Pemerintah Pusat. 

" Untuk bisa membayarnya adalah melakukan pengajuan PKKPRL kepada KKP, agar bisa dihitung biayanya, kondisi ini tidak berlaku bagi masyarakat nelayan tradisional, " jelas Zakki, Rabu (11/10/2023), melalui keterangan persnya.

Jadi tidak benar dikatakan adanya pengaturan dan pembatasan akses masuk masyarakat nelayan tradisional. 

" Ini hanya terkait pada pembayaran PNBP saja, Masyarakat nelayan tradisional tetap bisa berkegiatan seperti biasa. Kecuali nelayannya berubah menjadi badan hukum atau badan usaha "

Ditanyakan mengenai mengapa memerlukan PKKPRL, itu merupakan syarat dikarenakan BTID adalah KEK Pariwisata dan Industri Kreatif yang di dalam kegiatannya akan ada membuat “Taman Koral” dan “Wisata Koral”, maka diperlukan penataan PKKPRL oleh KKP dan DKP antara areal konservasi, areal wisata dan areal budidaya komersil. 

Dengan penataan ini, ditata agar kegiatan budidaya komersil tidak tumpang tindih dengan wisatawan yang sedang snorkeling atau diving. 

Kedua kegiatan bisa berjalan beriringan dan saling menguntungkan. Pihak Perusahaan Budidaya Terumbu Karang juga wajib mengajukan PKKPRL kepada KKP karena mereka melakukan kegiatan ekonomi di ruang laut. Hal ini tidak berlaku bagi masyarakat nelayan tradisional, tegasnya.

Kemudian pengajuan PKKPRL itu adalah terkait “pengusahaan” ruang laut, bukan “penguasaan” ruang laut. 

" Masyarakat nelayan tradisional seharusnya tidak terdampak dari kebijakan pemerintah ini, karena kebijakan ini diarahkan agar pemerintah pusat dapat menarik PNBP dari para pengusaha, badan usaha atau badan hukum yang melakukan kegiatan ekonomi di ruang laut, dan tidak menarik PNBP dari nelayan, " pungkasnya. (Ray)