Perjuangan dr. Suryahadi Pertahankan Warisan, Bank Mandiri abaikan Kesepakatan Pelunasan 

Perjuangan dr. Suryahadi Pertahankan Warisan, Bank Mandiri abaikan Kesepakatan Pelunasan 
Suriantama Nasution SH, kuasa hukum (kiri) dan dr. I.B. Suryahadi..

DENPASAR - Nasib rumah dan kehormatan keluarga dr. I.B. Suryahadi dan Retty Dewi Widiyanti kini berada di ujung tanduk. Setelah dua aset mereka dilelang oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., kini rumah utama mereka juga masuk daftar lelang. 

Meski telah beritikad baik untuk melunasi utang dengan berbagai cara, pihak bank dinilai mengabaikan kesepakatan yang pernah dibuat. Kini, pasangan ini membawa perjuangan mereka ke Mahkamah Agung dalam upaya terakhir untuk mendapatkan keadilan.

Kesepakatan restrukturisasi yang diingkari?

Pada 2019, Bank Mandiri menawarkan program restrukturisasi kepada dr. Suryahadi. Berdasarkan kesepakatan yang telah disetujui oleh pihak bank, ia diwajibkan membayar angsuran sebesar Rp40 juta per bulan selama satu tahun. 

Untuk menunjukkan itikad baik, ia juga diminta menyetorkan uang Rp100 juta dan membayar tiga kali angsuran sebesar Rp150 juta, yang seluruhnya ditransfer ke rekening yang diberikan oleh pihak Bank Mandiri.

Namun, setelah memenuhi syarat tersebut, proses eksekusi aset tetap berjalan. Bahkan, sejumlah dana yang telah ia setor justru tidak diperhitungkan dalam perhitungan pelunasan utangnya.

"Kami telah mengikuti instruksi mereka, membayar sesuai perjanjian, tetapi tiba-tiba aset kami tetap dieksekusi. Kalau begini, bagaimana mungkin debitur bisa percaya kepada bank?" ujar dr. Suryahadi dengan nada kecewa.

Kerugian besar akibat lelang sepihak

Dua aset milik mereka di Pererenan, Badung (1.100 m²) dan Padangsambian Kaja, Denpasar (250 m²) telah dilelang dengan total harga Rp5,4 miliar. Namun, berdasarkan appraisal independen, seharusnya aset tersebut bisa mencapai Rp8,8 miliar. 

Artinya, pasangan ini mengalami kerugian Rp3,4 miliar akibat dugaan maladminstrasi dalam proses lelang.

Setelah kehilangan dua aset tersebut, Bank Mandiri tetap menuntut pelunasan Rp2,8 miliar dan berencana melelang rumah utama mereka di Padangsambian Kaja, Denpasar Barat. 

Rumah ini bukan sekadar tempat tinggal, tetapi juga memiliki merajan, tempat ibadah yang menjadi pusat kehidupan spiritual keluarga.

"Ini bukan hanya tentang utang, ini tentang kehormatan dan identitas kami. Jika rumah ini dilelang, kami kehilangan warisan leluhur yang telah kami jaga selama ini," tegas dr. Suryahadi.

Mahkamah Agung, harapan terakhir untuk keadilan

Kasus ini telah sampai ke Mahkamah Agung. Dalam memori kasasinya, dr. Suryahadi meminta:

• Pembatalan putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi Denpasar.

• Penetapan bahwa Bank Mandiri telah melakukan perbuatan melawan hukum.

• Penghentian proses lelang hingga perkara selesai.

• Pengembalian aset yang telah dilelang tanpa syarat.

Masyarakat mulai memberikan dukungan luas, melihat kasus ini bukan hanya sebagai sengketa pribadi, tetapi juga cerminan bagaimana rakyat kecil bisa dirugikan oleh korporasi besar.

"Kami hanya ingin keadilan. Kami sudah berusaha melaksanakan kewajiban, tetapi justru diperlakukan semena-mena. Kami berharap Mahkamah Agung bisa melihat kebenaran dan memberikan keputusan yang adil," harap dr. Suryahadi.

"Apakah Mahkamah Agung akan membela hak rakyat kecil, atau tetap berpihak pada korporasi besar? Publik menunggu keputusannya, " ujar Suriantama Nasution selaku kuasa hukum. (Ray)