Pengusaha Lokal Lawan PMA! Sengketa Resort Mewah Ungkap Izin Ilegal, Putusan Arbitrase Dipertanyakan

Pengusaha Lokal Lawan PMA! Sengketa Resort Mewah Ungkap Izin Ilegal, Putusan Arbitrase Dipertanyakan
Ilustrasi PMA

GIANYAR – Sengketa panas antara pengusaha lokal berinisial ACN dan PT Bali Resort & Leisure, perusahaan modal asing (PMA), membuka tabir praktik pengelolaan resort mewah tanpa izin resmi selama bertahun-tahun. Kasus ini memantik perdebatan soal keadilan hukum bagi pengusaha lokal di hadapan kekuatan investor asing.

Berdasarkan dokumen yang terungkap di persidangan, awalnya ACN menyewakan propertinya kepada PT Bali Resort & Leisure selama 30 tahun, terhitung sejak 30 April 2005. Namun, pada 2013, perjanjian dibatalkan setelah terungkap bahwa PMA tersebut beroperasi tanpa izin usaha sah untuk mengelola pondok wisata, melanggar ketentuan hukum Indonesia yang melarang PMA mengelola jenis usaha tersebut tanpa izin khusus.

Hasil penelusuran media mengungkap bahwa izin awal yang dimiliki hanyalah Pondok Wisata (Home Stay), sementara di lapangan yang dikelola adalah resort mewah. Fakta ini diperkuat oleh surat keterangan dari BKPM dan Ombudsman, yang menegaskan tidak adanya izin resmi bagi PMA tersebut selama delapan tahun beroperasi.

Namun, alih-alih mengakui pelanggaran, pihak PMA malah menggugat ACN ke Arbitrase Internasional SIAC Singapura. Putusan SIAC No. 051/2015 justru menghukum ACN untuk membayar ganti rugi sejumlah besar uang. PMA kemudian mencoba mengeksekusi putusan itu di PN Jakarta Pusat melalui permohonan sita eksekusi tertanggal 29 Maret 2023.

Upaya eksekusi tersebut terganjal setelah beredar kabar bahwa lahan yang hendak disita berbeda letaknya dan bukan milik ACN. Persidangan di PN Gianyar (Perkara No. 211/Pdt.G/2024/PN.Gin) juga mengungkap fakta penting dari saksi ahli DR Ketut Westra, SH., MH., yang menegaskan, “Tidak ada bukti perpindahan tangan aset yang menjadi objek sengketa. Objek yang tidak masuk wilayah jaminan harus kembali kepada pemilik sahnya.”

DR Ketut Westra, SH., MH.

Perseteruan ini diduga dipicu kekhawatiran pihak PMA kehilangan objek sengketa, yang dapat menggugurkan putusan arbitrase. Selain itu, muncul pertanyaan besar soal bagaimana PMA dapat beroperasi selama bertahun-tahun tanpa izin, serta potensi kerugian negara dari pajak pengelolaan resort mewah yang tak sesuai peruntukan izinnya.

Sidang lanjutan akan digelar di PN Gianyar pada 11 Agustus 2025 dengan agenda penyampaian kesimpulan. Kasus ini menjadi ujian bagi keberpihakan hukum di Indonesia, apakah akan melindungi hak-hak pengusaha lokal, atau tunduk pada kekuatan modal asing. (Ray)

Kepada para pihak yang berseteru dan memiliki pandangan yang berbeda dapat diajukan Hak Jawab atau Hak Koreksi yang ditujukan pada redaksi kami.