Perang Bali, Buleleng vs Belanda
Belajar dari 2 kali kekalahan, akhirnya Belanda memenangi peperangan.
Oleh: Gede Jedy Goestaman Frannata Wangsa
Awal mula pertempuran Kerajaan Buleleng dengan Belanda dimulai dari kesepahaman yang tidak berjalan baik dari kedua belah pihak. Cikal bakal parang tersebut karena tradisi Tawan Karang dari Kerajaan Buleleng. Tradisi Tawan Karang merupakan hukum tradisional yang dimiliki oleh kerajaan-kerajaan di Bali, hukum ini memberi hak kepada para penguasa Kerajaan Bali untuk menawan dan menguasai seluruh isi kapal asing yang terdampar pada wilayah kekuasaan Kerajaan Bali. Pemerintah Hindia Belanda mempermasalahkan tradisi Tawan Karang Bali, dan menjadikannya alasan untuk menyerang Pulau Bali lebih tepatnya Kerajaan Buleleng.
Kerajaan Buleleng pada saat itu memiliki patih yang bernama I Gusti Ketut Jelantik. I Gusti Ketut Jelantik merupakan patih yang terkenal atas keberanian dan kecerdikannya dalam taktik pertepuran. Semasa hidupnya I Gusti Ketut Jelantik sempat mengeluarkan pernyataan yang sangat ikonik, pernyataan tersebut yaitu I Gusti Ketut Jelantik tidak akan pernah mengakui dan menerima kekuasaan Belanda atas Pulau Bali.
I Gusti Ketut Jelantik (Sumber : bintphotobooks.blogspot.com)
Pada tahun 1841 dan 1843, sebuah kesepakatan pernah dijalin antara Kerajaan Buleleng dan pemerintah Hindia Belanda tetapi penduduk Bali segera menunjukkan permusuhan, khususnya Raja Buleleng berkali-kali melanggar perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Perbuatan tersebut berdampak dilakukannya ekspansi militer oleh pemerintah Belanda ke wilayah Kerajaan Buleleng.
Ekspedisi Militer tersebut dilakukan oleh Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger ke Kerajaan Buleleng. KNIL atau yang biasa disebut dengan Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger merupakan angkatan perang kolonial Hindia Belanda yang dibentuk pada tanggal 28 Agustus 1814. KNIL didirikan oleh Belanda untuk menjaga keamanan di wilayah jajahannya. Indonesia termasuk negara yang terkena ekspedisi militer oleh KNIL dimulai dari ujung barat hingga ujung timur Negara Indonesia. Ekspedisi militer tentara Belanda dilakukan sebanyak tiga kali, ekspedisi militer pertama dijalankan pada bulan Juni 1846. Ekspedisi militer tersebut dipimpin oleh Schout Bij Nact Engelbertus Batavus Van Den Bosch, ekspedisi militer tersebut dilakukan di daerah Pantai Buleleng. Ekspedisi militer tersebut mengerahkan ratusan kapal perang dan ribuan tentara terlatih. Pasukan Kerajaan Buleleng pada saat itu dipimpin oleh seorang patih yang Bernama I Gusti Ngurah Ketut Jelantik, tidak tinggal diam mendengar ekspansi militer yang dilakukan oleh militer Belanda. I Gusti Ngurah Ketut Jelantik mengerahkan pasukan terbaiknya untuk mencegah Belanda menguasai wilayah Kerajaan Buleleng, hingga akhirnya perang tersebut pecah.
Pasukan Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger (Sumber : bingkaikalimantan.blogspot.com)
Perang tersebut berbuntut pada diblokadenya pantai di Buleleng dan istana raja Bueleleng ditembaki meriam oleh pasukan Belanda. Kerajaan Buleleng pada saat itu dibantu oleh kerajaan lain di Bali, seperti Kerajaan Karangasem dan Kerajaan Klungkung dengan total pasukan sebanyak belasan ribu orang. Dengan semangat dan jiwa berjuang yang tinggi I Gusti Ketut Jelantik dan pasukannya akhirnya bisa mematahkan serangan Belanda yang dilakukan di Benteng Jagaraga.
Pada tanggal 7 juni 1848 dilakukan ekspedisi militer kedua oleh Belanda. Pada eskpedisi militer kedua, Belanda mengerahkan lebih banyak pasukan untuk menyerang kerajaan Buleleng, pasukan militer tersebut diperkirakan rubuan pasukan. Mengacu pada kekalahan pertempuran pertama, Belanda lebih agresif untuk melakukan serangan pada pertahanan Kerajaan Buleleng. I Gusti Ketut Jelantik langsung menanggapi ekspedisi militer yang dilakukan oleh Belanda, keahlian I Gusti Ketut Jelantik dalam strategi berperang dan medan yang telah diketahui oleh prajurit Kerajaan Buleleng lebih diunggulkan untuk memenangkan pertempuran tersebut. Memanfaatkan peluang I Gusti Ketut Jelantik dan pasukannya mampu menghalau dan menyerang balik pasukan Belanda. Diperkirakan pasukan Belanda yang tewas pada saat ekspansi militer yang kedua berjumlah ratusan orang, sehingga Belanda harus menarik mundur pasukannya.
Kemenangan yang diraih atas Belanda, membuat Kerajaan Buleleng semakin percaya diri dan membangkitkan jiwa nasionalismenya terhadap tanah air yaitu Pulau Bali. Tetapi diluar hal tersebut Belanda telah melakukan kesepakatan dengan Kerajaan Lombok untuk membantunya dalam peperangan tersebut, ditambah beberapa kerajaan di Bali lebih berpihak ke pemerintahan Belanda. Hal tersebut merupakan cikal bakal runtuhnya Kerajaan Buleleng ditangan Belanda. Belajar dari kekalahan Belanda pada ekspedisi militer pertama dan kedua, Belanda melakukan ekspedisi militernya yang ketiga pada tahun 1849. ekspansi tersebut mengerahkan ribuan infantry, puluhan kaveleri & Meriam, ratusan orang dari batalio, tim medis, ribuan tenaga kasar dan ditambah dukungan dari beberapa kerajaan yang ada di Bali & Lombok. Pemerintahan Belanda sangat percaya diri untuk memenangkan peperangan tersebut dan menguasai Kerajaan Buleleng.
Pasukan Kerajaan Buleleng (Sumber : www.dictio.id)
Akibat eskpansi tersebut Kerajaan Buleleng mulai kewalahan untuk berjuang berperang melawan Belanda, hingga puncaknya terbunuhnya I Gusti Ngurah Ketut Jelantik memaksa Kerajaan Buleleng untuk menyerah pada Belanda. Kekalahan Kerajaan Buleleng tersebut menjadi awal serangan belanda ke Bali, penyerangan tersebut dilakukan di daerah Kerajaan Karangasem dan daerah Kerajaan Klungkung. Akibat kalah persenjataan, Kerajaan lain di Bali justru mendukung pihak Belanda maka kerajaan Karangasem dan Kerajaan Klungkung harus mengakui kekalahan dari pihak Belanda dan menjadi bagian dari Belanda.