Puan Maharani Soroti PHK di Bali, Tegaskan Pemerintah Daerah Jangan Tutup Mata

DENPASAR – Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang melanda Bali belakangan ini mendapat perhatian serius dari Ketua DPR RI, Puan Maharani. Ia menilai respons pemerintah daerah, khususnya Gubernur Bali, terhadap kondisi ini tidak mencerminkan empati dan ketanggapdaruratan yang dibutuhkan.
Dalam pernyataannya yang dikutip dari akun Instagram resmi DPR RI (@dpr_ri), Puan menyebut bahwa gelombang PHK di Bali bukanlah kejadian sporadis semata, melainkan cerminan dari lemahnya ketahanan sistem ketenagakerjaan nasional, terutama di daerah yang sangat bergantung pada sektor tertentu seperti pariwisata.
"Kita tidak bisa menganggap gelombang PHK di Bali yang semakin melebar hanya sebagai kasus sporadis. Badai PHK terjadi karena adanya sebab-akibat. Pemerintah harus bisa menjawab tantangan ini," tegas Puan.
Sikap Puan ini muncul tak lama setelah pernyataan Gubernur Bali, Wayan Koster, yang justru mempertanyakan kebenaran kabar adanya PHK di sektor perhotelan. Dalam konferensi pers di acara BBTF 2025 di Bali International Convention Center (12/6), Koster menyatakan bahwa informasi tersebut aneh dan sulit dipercaya.
“Apakah ada PHK? Menurut saya ini aneh. Nggak mungkin lah, terutama untuk sektor hotel,” ujar Koster. Ia bahkan menyebut kabar PHK sebagai gosip dari orang-orang yang sakit hati, sambil menyindir bahwa data pajak hotel dan restoran yang meningkat tidak sejalan dengan narasi PHK.
Namun, pernyataan Koster ini justru menimbulkan tanda tanya besar. Data dari Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali sendiri menunjukkan bahwa 100 pekerja pariwisata di Badung telah mengalami PHK akibat lesunya sektor MICE sejak awal 2025. Bahkan, 70 pekerja dari PT Coca Cola Bottling Indonesia di Bali juga terkena PHK setelah pengumuman penutupan pabrik per 1 Juli 2025.
Puan Maharani menilai ketidaksiapan sistem ketenagakerjaan daerah untuk menghadapi tekanan ekonomi inilah yang memperparah situasi. Ia mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk tidak menutup mata dan segera melakukan langkah nyata.
"Jangan biarkan narasi pertumbuhan ekonomi jadi bising di pusat, tapi hening di daerah. Negara harus hadir melindungi pekerja yang kini kehilangan pekerjaan dan harapan,” tegasnya lagi.
Sebagai solusi konkret, Puan mendorong:
1. Pembentukan Gugus Tugas Nasional Penanggulangan PHK
2. Integrasi program Kementerian Ketenagakerjaan dan Kemenparekraf untuk pelatihan ulang (reskilling) dan program wirausaha
2. Insentif untuk sektor hospitality dan manufaktur
3. Evaluasi efisiensi anggaran untuk sektor berdampak luas (multiplier effect)
“PHK bukan sekadar statistik, tapi soal hidup jutaan keluarga,” pungkas Puan, menyiratkan ketegasan sekaligus kritik tajam terhadap ketidakpekaan pemerintah daerah, termasuk Bali, yang dinilai belum menunjukkan respons strategis dan konkret atas krisis ketenagakerjaan yang kian meluas. (Ray)