Masyarakat Serangan Murka, Banyak Isu yang Dipelintir

DENPASAR - Pemberitaan yang beredar belakangan ini tanpa konfirmasi membuat masyarakat Adat Desa Serangan dan Kampung Bugis di Serangan meradang.
Kemarahan mereka diluapkan di kantor Desa Adat Serangan dengan nada keras menjawab orasi dari prajuru Desa Adat dan Tokoh Adat kampung Bugis.
Dalam podcast terakhir di Bali News Id, Siti Sapura alias Daeng Ipung berkomentar bahwa tidak rela pulau Serangan berubah nama menjadi pulau Kura kura Bali.
Juga tentang masyarakat Serangan yang merasa diintimidasi halus, bahkan dikatakan disana dipersulit akses pencarian nafkah melaut agar terusir pelan - pelan dari Desa Serangan.
Kondisi ini membuat seolah - olah masyarakat Desa Adat Serangan dan Kampung Bugis harus berseteru dengan pihak Bali Turtle Island Development (BTID) yang malah dalam orasi Jro Bendesa Desa Adat Serangan, I Nyoman Pariatha telah banyak dibantu oleh pihak dari BTID.
Baca berita sebelumnya,
1. Isu Pemeriksaan KTP di Pura Tirtha Harum Dibantah Warga dan Pengempon
2. Klarifikasi Bendesa Serangan, Isu, Video Viral, dan Peran BTID dalam Pembangunan
Dalam orasinya Jro Bendesa mengungkapkan fakta yang mengejutkan bahwa pihak Siti Sapura (Ipung) telah mengeksekusi masyarakat Kampung Bugis yang mendiami tanah miliknya.
"Kemarin dieksekusi tahun 2017 oleh Siti Sapura, ini saudara kami semua harus tinggal di bedeng (rumah ala kadarnya) dan BTID lah yang memberikan mereka kembali, " ujar Jero Bendesa, Sabtu (28/12/2024).
Jero Bendesa juga menjelaskan statement Ipung tentang Parahyangan (kesucian Pura) yang dikatakan akan terekploitasi habis 5 - 10 tahun mendatang. Tentu ini telah menyinggung umat Hindu terutama Desa Adat Serangan selaku pengempon.
"Ia telah masuk ke wilayah keyakinan orang lain, saya tidak anti kritik. Tetapi ketika mereka melakukan kebohongan kita harus lawan, " jelas Jero Bendesa.
Dengan nada keras dengan mengepalkan tangan, Jero Bendesa mengatakan menjaga keharmonisan yang ada di Desa Serangan bahkan Kebhinekaan bersama dengan Kampung Bugis yang mayoritas umat Muslim.
Perjanjian dengan BTID yang terdapat dalam MoU 6,5 hektar dijanjikan diberikan tetapi BTID telah memberikan sebesar 7,3 hektar.
"Sekitar 45,8 are kita serahkan secara gratis kepada masyarakat Kampung Bugis yang digusur itu secara gratis. Itulah bentuk kita menjaga kebhinekaan dalam NKRI ini, " tekannya.
Tidak hanya menjaga harmonisasi dengan BTID, Desa Adat Serangan juga menjaga harmoni ini dengan para investor yang ada di wilayah pemukiman masyarakat.
Ia juga mengatakan banyak kegiatan keagamaan yang telah dibantu secara sinergi oleh adanya keberadaan BTID di Desa Serangan.
Muhamad Zulkifli selaku Ketua LPM kelurahan Desa Serangan menekankan bahwa Siti Sapura telah lepas administrasi kependudukan di Desa Serangan sejak 1984.
"Dia tidak tahu apa-apa terhadap perkembangan yang ada saat ini, " sebutnya dalam orasi.
Tentang pembatasan melintas itu dibantah oleh Zulkifli, karena itu merupakan bentuk pengaturan karena adanya alat - alat berat (besar) yang melintas hilir mudik di wilayah kawasan.
"Itu diatur, ada kegiatan keagamaan besar di salah satu Pura tetap kok difasilitasi, jalannya diperbaiki. Itu bentuk pertanggungjawaban BTID kepada warga Desa Serangan, " tekannya.
Ia juga menegaskan perlawanan yang sama oleh statement yang tidak sesuai dengan fakta yang ada.
I Wayan Patut selaku tokoh Desa Serangan malah cenderung lebih memilih jalan melaporkan hal ini ke pihak yang berwajib.
Ia juga menekankan bahwa foto dirinya diunggah di media massa melalui platform Tiktok, itu membuat dirinya tidak terima lantaran demo yang dia lakukan tidak sesuai konteks narasi yang ada.
"Media itu sudah meminta maaf dan men - take down berita itu"
Ia menekankan kepada pihak kepolisian untuk cepat memproses kondisi ini, kalo tidak ia dan masyarakat yang yang lebih besar akan mendatangi Polda Bali untuk mendapatkan keadilan dan pengayoman hukum.
Usman selaku Warga Kampung Bugis yang juga mantan kepala lingkungan Kampung Bugis mengaku tidak dendam terhadap perlakuan eksekusi yang lalu.
"Siapa yang mengganti? Serangan itu beda, Kura Kura Bali itu beda, hanya saja Kura Kura Bali itu berada di Wilayah Desa Adat Pekraman Serangan"
1996 - 1998 MoU dengan BTID dirinya mengakui ikut dalam menandatanganinya, sekarang telah banyak terealisasi oleh BTID.
"Akulturasi budaya, Justru kami merupakan pilot project dari Universitas - universitas besar di Bali tentang keharmonisan di Bali, tidak ada lebih baik selain di Serangan, " pungkasnya. (Ray)