Bukan Soal Pemalsuan Silsilah Jro Kepisah Semata, Arah Perkara Diduga Menyimpang Tentang Hak Tanah

Bukan Soal Pemalsuan Silsilah Jro Kepisah Semata, Arah Perkara Diduga Menyimpang Tentang Hak Tanah
Suasana persidangan Jro Kepisah, Selasa 20 Mei 2025 di PN Denpasar.

DENPASAR – Sidang lanjutan perkara dugaan pemalsuan silsilah yang menjerat AA Ngurah Oka, tokoh dari keluarga besar Jro Kepisah, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar pada Selasa, 20 Mei 2025. Dalam sidang kali ini, tiga saksi ahli dihadirkan untuk memberikan keterangan, namun arah pembahasan justru memunculkan indikasi bahwa perkara ini menyerempet ranah yang semestinya menjadi urusan perdata.

Hakim dalam sidang beberapa kali menegur jaksa penuntut umum agar tidak membawa isu kepemilikan tanah ke dalam materi perkara. Hal ini ditegaskan tidak relevan karena fokus utama adalah dugaan pemalsuan silsilah, bukan sengketa hak atas tanah.

Saksi pertama, Prof. Dr. Gede Made Swardhana, SH., MH., Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Udayana, menyatakan bahwa konflik terkait kepemilikan tanah semestinya diselesaikan secara perdata. Ia menambahkan, untuk membuktikan adanya pemalsuan dokumen, harus ada dokumen pembanding yang dianggap asli.

“Keaslian surat silsilah bisa diuji dari banyak sumber, termasuk keluarga yang memahami sejarah leluhurnya, serta otoritas lokal seperti kelian banjar atau desa,” jelasnya. Ia juga menekankan bahwa unsur pidana berkaitan dengan aspek teknis, seperti keaslian tanda tangan atau bentuk tulisan dalam dokumen.

Kuasa hukum terdakwa, I Made Somya Putra, SH., MH., mengkritik relevansi keterangan para saksi ahli yang menurutnya hanya berdasarkan data penyidikan di kepolisian. “Pandangan mereka sangat subyektif dan tidak mencerminkan perkembangan fakta yang terungkap di pengadilan,” tegas Somya.

Lebih lanjut, keterangan dari saksi ahli kedua, Dr. Dewi Bunga, SH., MH., (Baju hijau)  menguatkan bahwa tidak ada unsur kesengajaan jika seseorang tidak mengetahui adanya silsilah lain dari keluarga berbeda. Jika ada tumpang tindih hak, penyelesaiannya seharusnya melalui jalur perdata.

Somya menjelaskan bahwa menurut Dr. Dewi Bunga, Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen berkaitan erat dengan persoalan privat dan publik. “Dalam hal ini, karena berakar pada klaim hak, maka termasuk kuasi privat yang semestinya diselesaikan melalui perdata,” ujarnya.

Sementara itu, kuasa hukum utama keluarga Jro Kepisah, Kadek Duarsa, SH., MH., CLA., menyampaikan keraguan terhadap saksi ketiga, Prof. Dr. I Nyoman Weda Kusuma, M.S., yang dihadirkan sebagai ahli budaya. “Saksi ini tidak memiliki pemahaman langsung terhadap sejarah dan struktur Puri Jro Kepisah maupun Puri Jambe Suci. Kami sepakat untuk menolak keterangan beliau,” ungkap Duarsa.

Duarsa juga mengungkapkan bahwa keluarga besar Jro Kepisah akan menyerahkan bukti tambahan berupa pipil kuno yang dianggap suci oleh keluarga. Pipil tersebut memuat nama leluhur mereka, I Gusti Gde Raka Ampug.

“Pipil ini diturunkan dari tempat suci keluarga sebagai bentuk klarifikasi terhadap tuduhan yang dialamatkan,” pungkas Duarsa.

(Ray)