Bukan Kerja Yang Dikejar Tapi Popularitas Diatas Kertas, KDM VS KBS

"perbandingan cara kerja KDM dengan KBS"
DENPASAR - Seperti yang kita tahu dalam geliat medsos, fenomena Dedi Mulyadi bukan lagi sekadar gaya personal seorang gubernur, tetapi kini menjelma menjadi tren menular di jagat politik daerah.
Seperti virus yang menyebar lewat sinyal 4G, para kepala daerah dari bupati di kabupaten kecil hingga wali kota di kota satelit mulai mengikuti jejak KDM (Kang Dedi Mulyadi) bikin konten populis laris manis.
Mereka mendadak wara-wiri di TikTok menyamar jadi penilik sekolah, membuka live Instagram di tengah pasar, atau mendadak panen padi di sawah. Semua dilakukan dengan wajah sumringah dan kamera menyala.
Inilah zaman ketika panggung kekuasaan diganti dengan panggung digital, dan pejabat publik jadi aktor utama dalam serial realitas bertajuk “Pemimpin Dekat Rakyat”. Sayangnya, episode-episode ini sering lebih banyak akting daripada aksi, lebih banyak lighting daripada landasan kebijakan.
Rakyat patut waspada terhadap tren pejabat FOMO Fear of Missing Out yang takut tidak viral, takut kalah eksis, takut kehilangan momentum algoritma. Mereka mulai berlomba-lomba menjadi viral bukan karena gagasan, tetapi karena gaya.
Dalam teori Guy Ernest Debord tentang