Menteri dengan Pola Pikir Dangkal, Remehkan Pahlawan Devisa di Tengah Gelombang #KaburAjaDulu

Menteri dengan Pola Pikir Dangkal, Remehkan Pahlawan Devisa di Tengah Gelombang #KaburAjaDulu
I Dewa Nyoman Budiasa Sekjen KPI.

DENPASAR - Tagar #KaburAjaDulu menjadi perbincangan panas di media sosial, mencerminkan kekecewaan masyarakat terhadap kondisi ekonomi dan politik di Indonesia. 

Gerakan ini merupakan seruan bagi anak muda untuk mencari peluang kerja di luar negeri demi kehidupan yang lebih layak. Kebijakan efisiensi anggaran besar-besaran yang diterapkan oleh Presiden Prabowo Subianto menjadi salah satu pemicu viralnya kampanye ini.

Fenomena ini menuai beragam tanggapan, termasuk kritik tajam terhadap pemerintah yang dinilai gagal menciptakan iklim kerja yang layak di dalam negeri. 

Sekjen Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) menegaskan bahwa ajakan kerja ke luar negeri bukanlah fenomena baru. Sejak dulu, banyak anak muda Indonesia memilih menjadi pekerja migran untuk mendapatkan pengalaman serta penghidupan yang lebih baik.

Dewa Nyoman Budiasa, yang dikenal sebagai Ajik DNB, turut menyoroti keresahan masyarakat terhadap sulitnya mendapatkan pekerjaan dan ketidakpastian ekonomi. 

Ia menilai bahwa tren ini seharusnya menjadi pukulan telak bagi pemerintah, bukan sekadar dipermasalahkan dengan narasi nasionalisme yang dangkal.

"Mengapa mereka lebih memilih bekerja di luar negeri? Karena penghargaan terhadap tenaga kerja di Indonesia masih minim"

'Pejabat di Bali bisa dengan mudah bagi-bagi uang, sementara tenaga kerja masih dipandang sebelah mata. Padahal, roh dari industri pariwisata adalah sumber daya manusia," ujar Ajik DNB.

Lebih jauh, ia mengecam salah satu menteri yang mempertanyakan nasionalisme para pekerja migran. Menurutnya, justru merekalah pahlawan devisa sejati yang membawa dampak ekonomi besar bagi Indonesia. 

"Mereka mengirim dana ke tanah air, membuka lapangan pekerjaan melalui proyek yang berjalan, dan menggerakkan ekonomi daerah. Justru mereka jauh lebih nasionalis dibanding menteri yang meremehkan mereka," tegasnya.

Kritik ini semakin tajam dengan fakta bahwa banyak anak muda Indonesia merasa tidak mendapatkan apresiasi dan perlindungan dari pemerintah.

"Mereka tidak minta uang, mereka hanya ingin ruang, perlindungan, subsidi, dan penghargaan terhadap skill mereka. Ini bukan sekadar keluhan, ini adalah bentuk komplain yang dibuktikan dengan aksi nyata," tambahnya.

Realita ini menjadi tamparan bagi pemerintah, terutama dalam menentukan arah kebijakan tenaga kerja. Jika kondisi ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin lebih banyak generasi muda yang memilih hengkang dari negeri sendiri demi kehidupan yang lebih baik di luar sana. (Ray)