Peradaban Tikus, Indonesia di Ambang Kegelapan

DENPASAR - Opini yang dilemparkan oleh I Nyoman Sukataya, SH (Man Tayax) yang dikatakannya tak dapat menutup mata melihat kenyataan kondisi negeri ini yang nampak suram menuju Indonesia gelap yang memang alih-alih Indonesia emas justru faktanya cemas.
"Apa boleh buat memang sulit dihindari. Setelah delegitimasi moral partai politik, kemudian puncaknya delegitimasi moral lembaga negara. Delegitimasi moral bermakna runtuhnya kepercayaan masyarakat"
Parpol tidak lagi dipercaya sebagai alat perjuangan ideologi, sebaran kadernya menjadi budak kekuasaan, lembaga negara sudah tidak dipercaya lagi sebagai ruang mengelola kepentingan rakyat.
Parpol sebagai ruang kaderisasi kepemimpinan, dan lembaga negara sebagai ruang kerja kepemimpinan, semua telah dikuasai oleh oligarki. Liberalisme dengan perangkat kapitalismenya telah mendorong Indonesia terjerumus ke peradaban rimba, hukumnya 'survival of the fittest'.
Parpol bermetamorfose menjadi ruang kaderisasi para poli-tikus, lembaga negara menjadi sarang tikus. APBN/APBD tidak untuk membangun menyejahterakan rakyat, tapi persediaan perebutan bagi sesama hewan pengerat. Kekayaan alam tidak untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat tetapi untuk menggemukkan oligarki jahat.
Peradaban rimba di mana semua penghuninya bermutasi menjadi tikus, tak terkecuali, semua penghuni dari yang terkecil hingga yang terbesar. Semakin besar dan semakin kuat ia akan semakin kanibal. Ketika tak merasa cukup makan di sajian akhirnya tak ada selain kolega koalisi yang dimakan. Namun dalil bicara. Tiada pesta yang tak berakhir, peradaban pun dibatasi masa sang waktu.
Bak cerita "maling teriak maling" alur peradaban tikus ini diawal eskalasinya tampak mulai menuju ke titik kulminasi. Semula sesama tikus rukun berbagi. Seiring waktu sulit menutupi watak asli culas dan tamak. Sulit bagi mereka untuk kemudian tidak saling curang dan mengkhianati. Politik yang semula menjadi ruang saling berbagi, niscaya berubah menjadi arena saling menikam.
Belasan tahun lalu kita sudah bilang, akan tiba masanya sesama tikus (politikus) kanibal saling memangsa. Indonesia gelap kiranya memberi sinyal masa itu telah menemukan momentumnya. Genderang pertempuran politik sudah mulai ada yang menabuhnya secara terbuka, Indonesia memang seharusnya cemas.
Kegelapan kondisi pada hakekatnya adalah keliaran ambisi dan ketamakan yang memuncak. Tiada satu pun tikus yang kemudian merasa aman. Semua merasa terancam oleh sesama. Makin gelap, makin liar, makin terancam, makin kalap.
Itulah kalabendu. Kala di mana pelaku kejahatan akan saling membinasakan. Ujungnya jelas, orang tua-tua bilang "mati lumpuh". Ketika itu terjadi, Indonesia lantas melangkah ke kalasuba, di mana cahaya terang berpendar menyinari peradaban, semoga.
"Namun diakhir saya ada sedikit kesan yang namanya perang maka eksesnya menelan korban kanan-kiri-depan-belakang. Maka saya hanya bisa berpesan dengan sedikit bijak "saiki jamane jaman edan, ora melo edan ora komanan, saiki mesti tangsah eling lan waspada".
"Ndasmu penyok, " Pungkasnya. (Tim)
#GakTauJanganTanyaSaya