Menjaga "Taksu" Bali, Kearifan Lokal Jadi Pilar Utama Pariwisata Berkelanjutan

Kuta, Bali – Pulau Bali, dengan pesona alam dan budayanya yang magis, kembali menegaskan komitmennya terhadap prinsip-prinsip keberlanjutan. Dalam sebuah pernyataan di Kuta, Sabtu (17/5/2025), tokoh senior pariwisata Bali, Sugeng Pramono, menyampaikan pandangan mendalam mengenai pentingnya menjaga Taksu—energi spiritual dan harmonis yang dipercaya hidup di setiap jengkal tanah Bali.
Sugeng Pramono, yang akrab disapa SGP, menegaskan bahwa pembangunan pariwisata Bali harus berpijak pada kearifan lokal yang telah diwariskan turun-temurun. Hal ini, menurutnya, merupakan fondasi utama untuk menjaga keseimbangan antara alam, budaya, dan manusia—tiga elemen yang menyatu dalam konsep Taksu.
“Setiap sudut Pulau Bali memiliki Taksu, energi yang lahir dari harmonisasi alam, manusia, dan spiritualitas. Memahami dan menghormati kearifan lokal adalah fondasi utama untuk menjaga Taksu ini tetap lestari,” ujar SGP dengan penuh keyakinan.
Pernyataan ini sekaligus memperkuat pandangan Brigjen TNI Ida Dewa Agung Hadi Saputra, Komandan Resor Militer (Danrem) 163/Wirasatya, yang sebelumnya menekankan pentingnya pemahaman mendalam terhadap sumber daya dan tradisi lokal dalam pembangunan di Bali. Brigjen Hadi Saputra memperingatkan bahwa pembangunan yang mengabaikan kearifan lokal berpotensi mengikis keunikan Bali di mata dunia.
SGP menambahkan bahwa keberlanjutan dalam industri pariwisata tidak boleh hanya dimaknai secara ekonomi. Ia menyoroti perlunya integrasi menyeluruh antara pelestarian lingkungan, pelibatan masyarakat lokal, dan penguatan identitas budaya. “Pariwisata Bali yang berkeadilan adalah pariwisata yang tumbuh dari dan untuk masyarakatnya sendiri,” ujarnya.
Menurutnya, keterlibatan aktif masyarakat lokal dalam proses pembangunan adalah kunci agar manfaat pariwisata tidak hanya terkonsentrasi pada kelompok tertentu, tetapi juga dirasakan secara merata. Dengan demikian, ekosistem ekonomi yang dibangun akan saling mendukung dan berkelanjutan.
Pernyataan kedua tokoh ini menjadi pengingat bahwa Taksu bukan sekadar konsep mistis, melainkan energi hidup yang menjadi kekuatan utama Bali sebagai destinasi wisata dunia. Dengan mengedepankan nilai-nilai budaya dan menghargai alam, Bali diyakini akan tetap bersinar sebagai pulau yang unik, berkarakter, dan berkelanjutan.
Sebagaimana diungkapkan SGP, “Integrasi antara ekosistem ekonomi dan sumber daya lokal bukan sekadar strategi, melainkan jalan utama agar Bali tetap menjadi tempat yang lestari, penuh pesona, dan menjadi panutan dalam pembangunan pariwisata berbasis kearifan lokal.”
Pulau Bali, yang selama ini dikenal sebagai surga wisata, kembali menunjukkan bahwa kekuatannya bukan hanya pada pantainya yang memesona atau pemandangan alamnya yang hijau, tetapi pada akar budaya dan spiritualitasnya yang mendalam—yang disebut Taksu—sebuah daya magis yang hanya bisa dijaga melalui harmoni, kearifan, dan penghormatan terhadap warisan leluhur. (Tim)