Kontroversi Perwali Nomor 64 Tahun 2023, "Monopoli atau Regulasi?"
DENPASAR - Mendatangi Perumda Bhukti Praja Sewakadharma Denpasar (PD Parkir Denpasar), yang bila kita melirik kewenangan penyelenggaraan perparkiran di Kota Denpasar yang memiliki kesan memonopoli terhadap lahan private dalam jasa pungutan parkir, Jumat, 24 Januari 2025.
Berdasarkan Peraturan Walikota (Perwali) Denpasar Nomor 64 Tahun 2023, yang dilaksanakan oleh Perumda merupakan aturan kewenangan yang dijalankan saat ini secara masif, membuat pemilik toko, desa adat bertanya - tanya.
Peraturan Perundang-undangan.
Klik untuk link Perwali Denpasar Nomor 64 Tahun 2023.
Menemui Direktur Utama Perumda Bhukti Praja Sewakadarma, I Nyoman Putrawan, ST., mencoba menjelaskan kepada awak media bahwa pemungutan parkir dilakukan di ruang milik jalan, (rumija) dan diluar rumija.
Untuk di luar rumija pihak perumda tidak semata - mata mengambil alih lahan parkir, siapa saja boleh menjadi penyelenggara, perumda mengawasi potensi pajak parkir.
"Untuk menjadi penyelenggara harus mendapatkan izin, pengguna jalan perlu adanya pengaturan. Spiritnya dari sana Perda pajak parkir, " ungkap Putrawan.
Ditanyakan soal pemaksaan untuk jasa parkir diruang private, ia menyebutkan bahwa Perumda melakukan pendekatan tidak secara pemaksaan atau arogansi.
"Kami hadir sebagai jasa pelayanan parkir, bila permohonan dari misal mini market untuk mengratiskan parkir mereka, kami akan menghitung potensi pajak parkir mereka dan akan menarik retribusi secara pengamatan, " sebutnya.
Untuk masalah penggalian perpajakan itu kewenangan dari Bapenda dan penegakan perdanya ada di Satpol PP.
Dirinya juga menyebutkan bahwa selama ini juga bekerja sama dengan pihak desa adat, dimana terdapat potensi titik parkir dan wilayah yang dapat dikerjasamakan.
"Untuk parkir kami tetapkan motor Rp. 2000 dan mobil Rp. 3000. Bila ada harga lebih dari itu sifatnya parkir Insidentil dan sisanya menjadi hak pemilik atau pengelola lahan"
Desa adat misalnya menarik parkir Rp. 5000 untuk motor dan Rp. 10000 untuk mobil, itu sifatnya sewaktu - waktu (pasal 25, Perwali Denpasar Nomor 64 Tahun 2023).
"Kami melakukan perhitungan secara cermat dengan cek uji petik, bila ternyata tidak potensial karena hitungannya 35% milik juru parkir (jukir). Bila tidak layak kami tidak akan memanfaatkan, " ungkapnya.
Potensi ini juga dilihat bila menggunakan 'parking system', kerjasama yang dilakukan 5 tahun harus dilihat apakah 'return of Investmentnya' (ROI) masuk atau tidak.
Pemberian karcis parkir juga tidak mutlak menjadi tolak ukur uang setoran, karena Perumda sudah menghitung potensi karcis parkir yang keluar.
Ia juga menegaskan bahwa pelayanan dulu dioptimalkan baru pendapatan. Para jukir wajib berseragam dan bagaimana cara berbahasa dengan masyarakat dalam pelayanan bukan preman jadi jukir.
"Parkir sifatnya pelayanan jasa, bila perlakuan tidak baik, jangan bayar, " tegasnya.
Ia mengatakan bahwa jukir yang kontrak dengan perumda tercatat ada 1.025 orang dan itu belum termasuk kontrak dari desa adat.
"Pelayanan ini juga termasuk resiko kehilangan kendaraan, kami akan ganti rugi. Jadi jukir juga bertugas menjaga kendaraan masyarakat, " pungkasnya. (Ray)