Suara Hati Kami untuk PBSI Bali, Jangan Padamkan Harapan Anak-anak Kami

Suara Hati Kami untuk PBSI Bali, Jangan Padamkan Harapan Anak-anak Kami
Orang tua atlet demo depan kantor KONI Bali.

Oleh: [Ray - Humas KONI Bali ]

DENPASAR - Jumat yang biasanya biasa saja, berubah menjadi hari penuh ketegangan di Kantor KONI Bali. Sejumlah orang tua atlet bulutangkis dari Kabupaten Badung memilih untuk hadir langsung, menggeruduk KONI Bali—bukan dengan amarah, tapi dengan harapan yang cemas. Mereka datang, duduk di luar ruang rapat, menunggu hasil pertemuan tertutup antara Bidang Pembinaan Prestasi KONI Bali dan Ketua PBSI Bali. Wajah-wajah mereka penuh tanya: Apakah anak kami masih punya tempat di panggung olahraga Bali?

Isu yang dipertaruhkan sangat serius: pembatasan usia 18 tahun oleh PBSI Bali untuk atlet yang akan tampil di Porprov. Kebijakan ini telah menjadi batu sandungan besar bagi atlet-atlet muda berusia 19 hingga 21 tahun—yang sejatinya masih berada di masa emas pembinaan dan sangat potensial untuk mewakili Bali di ajang Pra-PON 2026 dan PON 2028.

Kami, para orang tua dan pembina, tidak menuntut keistimewaan. Kami hanya meminta keadilan dan akal sehat dalam menyusun regulasi. Anak-anak kami telah menjalani latihan keras bertahun-tahun, meninggalkan waktu bermain, bahkan pendidikan, demi satu cita-cita: berdiri di podium membawa nama daerah dan provinsi. Namun kini, langkah mereka seolah dihentikan bukan oleh kekalahan di lapangan, tetapi oleh kebijakan administratif yang tidak berpihak pada masa depan atlet.

Seorang atlet usia 19 tahun saat ini dilarang tampil di Porprov. Padahal, saat Pra-PON 2026 nanti, usianya 20 tahun; dan saat PON 2028 digelar, dia baru berusia 22 tahun — masih sangat sah bertanding menurut Buku THB yang menetapkan batas maksimal 23 tahun untuk cabang bulutangkis.

Lalu, mengapa PBSI Bali menutup jalan mereka dari sekarang?

Porprov semestinya menjadi panggung seleksi, bukan saringan eliminasi usia. Kalau atlet tidak bisa bertanding di Porprov, maka bagaimana mereka bisa menunjukkan kemampuan untuk dipertimbangkan ke pentas nasional?

Suara hati kami sederhana: tolong beri ruang bagi anak-anak kami untuk berjuang.

Kami hadir di Kantor KONI bukan untuk menekan, tapi untuk menyampaikan betapa pentingnya kejelasan arah pembinaan ini. Jangan biarkan satu kebijakan memadamkan begitu banyak mimpi. Jangan biarkan satu keputusan membuat anak-anak kami kehilangan harapan di tanah kelahirannya sendiri.

PBSI Bali, kami percaya Anda mencintai bulutangkis seperti kami. Tapi cinta pada olahraga seharusnya juga berarti cinta pada proses pembinaan dan masa depan atlet. Jangan biarkan semangat yang sudah dibina sejak kecil ini musnah hanya karena aturan yang tidak memberi ruang tumbuh.

Kami tidak minta jalan dipermudah. Kami hanya ingin jalan itu tetap terbuka.

Untuk anak-anak kami, untuk masa depan bulutangkis Bali, dengarkanlah suara hati kami. (Ray)