Solar dan Pertalite Langka, Antrean Mengular Petani Juga Meriang , sudah hampir seminggu

Solar dan Pertalite Langka, Antrean Mengular Petani Juga Meriang , sudah hampir seminggu
Dok : Ilustrasi ( Istimewa )

Bali Satu Berita | DENPASAR - Kelangkaan Solar dan Pertalite yang merupakan bagian pokok dari distribusi masyarakat sepertinya akan berlanjut. Ini juga terlihat antrian sopir truk yang mengular di beberapa tempat dari ujung Karangasem sampai Denpasar yang juga menyebabkan kemacetan di beberapa ruas jalan.

Salah satu sopir truk Wayan Malen (34) asal Desa di wilayah Karangasem mengantre solar sudah sejak lama bersama rekannya.

"Kelangkaan sepertinya sudah 7 hari lalu dan kami antre sudah lama. Kata petugas SPBU bilang solar akan datang hari ini tetapi sampai saat ini belum datang, " ungkapnya, Minggu (04/12/2022).

Bisa dilihat dengan kasat mata sekitar puluhan mobil truk terlihat mengantre. Begitu juga sepeda motor dan mobil yang mengantre untuk mendapatkan Pertalite terlihat berjejer panjang, ini sepertinya karena adanya kekosongan dibeberapa stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di wilayah Badung dan Denpasar seperti pengamatan awak Garda Media.

Menanyakan hal ini kepada manager salah satu SPBU di kota Denpasar, yang tidak mau diperlihatkan namanya di media mengungkapkan bahwa harga solar yang biasanya sekian bila ada permintaan harus beli lebih mahal.

"Ia saya biasa mengambil Solar dengan harga Rp. 6000-an untuk 1 mobil tangki, tetapi bila saya minta lebih disuruh beli sekitar Rp. 8000-an. Sepertinya stok habis, otomatis tidak ada pengiriman ke SPBU karena dijatah sesuai kuota, "sebut S****, yang mewanti-wanti untuk tidak mau namanya ditulis.

Ia juga menjelaskan jika bicara kuota, masing-masing SPBU mendapat kuota berbeda yang ditentukan BPH Migas, itu dihitung berdasarkan rata-rata penjualan BBM per tahun tiap stasiun pengisian.

Begitu juga jeritan para petani yang membutuhkan solar untuk mesin pemanen padi yang berbahan bakar solar tidak bisa dioperasikan, sehingga mereka harus panen secara manual.

"Badan sakit semua, kami harus panen secara manual, bayangkan saja kami harus nyabut-nyabutin padi, remuk badan saya, "keluh Komang seorang petani asal Tabanan.

Bahkan, dikatakannya puluhan petani jatuh sakit lantaran keletihan memanen padi secara manual.

Padahal, padi yang siap panen harus segera dicabut agar tak gagal panen dimakan hama tikus, atau busuk tergenang banjir.

Dijelaskannya para petani hanya bisa membeli solar bersubsidi dalam jumlah banyak ke SPBU dikarenakan dijadikan rujukan oleh Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) sejak empat bulan lalu.

"Jatahnya hanya 60 liter solar yang dibeli menggunakan surat rekomendasi dari BPP, sedangkan disini satu gabungan kelompok tani (gapoktan) keperluannya berjumlah 180 liter per hari, "terangnya. (Ray)