Seminar Nasional di Unmas Denpasar: Persiapan Mahkamah Konstitusi dalam Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah

Seminar Nasional di Unmas Denpasar: Persiapan Mahkamah Konstitusi dalam Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah

DENPASAR - Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati (Unmas) Denpasar sukses mengadakan Seminar Nasional bertema "Penyelesaian Konflik Terhadap Sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi." Acara tersebut berlangsung secara hybrid di Aula Ganesha, Kampus Pusat Unmas Denpasar, dan menghadirkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., M.P.A., serta Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Dr. I Dewa Gede Palguna, S.H., M.Hum. Turut hadir pula Rektor Unmas Denpasar, Dr. Drs. I Made Sukamerta, M.Pd., Dekan Fakultas Hukum Unmas Denpasar Dr. Ketut Sukawati Lanang Putra Perbawa, S.H., M.Hum., serta berbagai civitas akademika dan mahasiswa pada tanggal 2 Juli 2024.

Dalam sambutannya, Rektor Unmas, Dr. I Made Sukamerta, menyampaikan apresiasi atas kehadiran Prof. Saldi Isra dan Dr. Dewa Gede Palguna. Menurutnya, seminar ini merupakan kesempatan berharga bagi mahasiswa untuk mendapatkan wawasan langsung dari para pakar hukum konstitusi. "Ini adalah momen penting karena kami dapat menghadirkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Saldi Isra dan Prof. Dewa Gede Palguna dalam seminar nasional di Unmas Denpasar," ucapnya dengan bangga.

Kesiapan dalam Menerima Kekalahan dan Tantangan Pilkada

Dalam sesi pemaparannya, Prof. Saldi Isra menekankan betapa pentingnya kesiapan untuk menerima kekalahan dalam politik. Menurutnya, siapapun dapat menerima kemenangan, namun hanya sedikit yang siap menerima kekalahan. Hal ini menjadi penting mengingat banyaknya sengketa pilkada yang harus ditangani oleh Mahkamah Konstitusi. "Bagi masyarakat yang tidak puas dengan hasil pemilihan, mereka harus dapat membuktikannya di Mahkamah Konstitusi," ujar Prof. Saldi.

Guru Besar Tata Negara dari Universitas Andalas ini juga menyampaikan bahwa tahun ini akan banyak tantangan dalam pelaksanaan Pilkada, terutama karena waktu yang berdekatan dengan pemilihan lainnya. Mahkamah Konstitusi harus mampu menyelesaikan sengketa dalam waktu yang sangat terbatas. "Dalam periode sebelumnya, sekitar 51% pengajuan sengketa pilkada diajukan ke MK. Kami menghadapi ratusan sengketa yang harus diselesaikan dalam waktu maksimal 45 hari," jelasnya. Setiap harinya, MK harus memutuskan 4-5 kasus.

Peran Media Sosial dan Persepsi Masyarakat

Dekan Fakultas Hukum Unmas Denpasar, Dr. Ketut Sukawati Lanang Putra Perbawa, menyoroti pandangan masyarakat terhadap putusan MK yang sering kali dipengaruhi oleh informasi di media sosial. Ia berharap masyarakat lebih memahami proses dan pertimbangan yang digunakan dalam putusan MK, bukan hanya terpengaruh oleh media sosial yang seringkali bersifat sensasional. "Saya berharap masyarakat lebih memahami proses dan pertimbangan yang digunakan dalam putusan MK, bukan hanya terpengaruh oleh media sosial," ungkapnya.

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, Dewa Gede Palguna, juga menekankan pentingnya media dalam memberikan informasi yang akurat selama pemilu. Ia menjelaskan bahwa banyaknya sengketa yang diterima di Mahkamah Konstitusi sering kali disebabkan oleh konflik internal partai politik. "Sengketa pemilu di MK sering kali disebabkan oleh masalah internal partai politik. Justru lebih banyak daripada sengketa antar parpol. Yang kedua karena ketidakmampuan menerima kekalahan," jelasnya.

Sebagai penutup, Dewa Palguna berharap seminar ini dapat meningkatkan pemahaman tentang proses penyelesaian sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi serta memberikan wawasan bermanfaat bagi peserta, termasuk mahasiswa. Seminar ini diharapkan dapat mempersiapkan para pelaku politik dan masyarakat luas dalam menghadapi pilkada dengan lebih matang dan bijaksana. 

Persiapan Mahkamah Konstitusi Menghadapi Pilkada Serentak

Menghadapi pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada 27 November 2024, Mahkamah Konstitusi telah melakukan berbagai persiapan. Salah satu langkah penting adalah evaluasi dari pengalaman sengketa pilpres dan pileg sebelumnya. MK juga mengadakan pelatihan khusus untuk semua elemen yang terlibat, termasuk hakim, untuk menangani perkara dengan lebih efektif. MK membentuk tim untuk menganalisis dan menangani perkara-perkara yang masuk, termasuk dari daerah-daerah seperti Papua.

"Dari 198 permohonan yang masuk, 44 di antaranya dikabulkan," jelas Prof. Saldi, menekankan kesiapan dan kematangan MK dalam menghadapi sengketa pemilu. Para hakim juga diatur sedemikian rupa agar tidak menangani permohonan perkara dari daerah asal mereka, guna menjaga netralitas dan objektivitas.

Sebagai pesan penutup, Prof. Saldi mengingatkan, "Boleh berbeda, boleh tidak setuju, yang penting jangan merusak negara kita dengan politik yang masih bisa diulang tahun berikutnya."