Kebijakan Sertifikasi Halal, Klarifikasi dan Kepastian bagi Pelaku Pariwisata Bali
DENPASAR - Dalam beberapa hari terakhir, pernyataan Haikal Hasan, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), tentang kewajiban sertifikasi halal bagi seluruh produk memicu keresahan di sektor pariwisata, terutama di Bali.
Pernyataan Haikal yang menyebutkan bahwa semua produk wajib memiliki sertifikat halal menimbulkan kekhawatiran terhadap keberlangsungan industri pariwisata yang beragam dan inklusif, di mana produk non-halal juga menjadi bagian dari pilihan wisatawan.
Namun, peraturan yang menjadi dasar pernyataan tersebut, yakni PP 42/2024, memiliki pengecualian penting yang seharusnya tidak diabaikan.
Pasal 2 ayat 2 dari PP 42/2024 menyatakan bahwa produk yang berbahan dasar tidak halal tidak diwajibkan untuk mendapatkan sertifikat halal, dengan syarat adanya keterangan jelas tentang kandungan tersebut.
Pernyataan Haikal yang tidak mengangkat poin pengecualian ini menyebabkan kesalahpahaman yang meluas dan menimbulkan keresahan.
Hal ini diperparah oleh ultimatum terkait sanksi penutupan usaha bagi pelaku bisnis yang tidak segera melengkapi sertifikat halal.
Menanggapi keresahan ini, Haikal kemudian memberikan klarifikasi bahwa kewajiban sertifikasi halal berlaku untuk produk yang memang mengandung bahan halal, sedangkan produk non-halal tetap dapat diedarkan dengan mencantumkan keterangan "tidak halal."
Ini memastikan keterjaminan produk halal bagi konsumen yang membutuhkan, tanpa menutup peluang produk lainnya.
Bagi pelaku pariwisata Bali, yang selama ini dikenal sebagai destinasi wisata dengan keberagaman budaya dan kuliner, penjelasan ini tentu membawa angin segar.
Sebab, Bali adalah rumah bagi berbagai kuliner lokal maupun internasional yang tidak selalu sesuai dengan standar halal namun tetap menjadi daya tarik wisata.
"Pemerintah memberikan kepastian bahwa produk-produk non-halal tetap dapat beredar asalkan dilengkapi keterangan yang sesuai, sehingga industri pariwisata Bali tetap bisa menyajikan keanekaragaman kuliner bagi wisatawan dari seluruh dunia."
"BPJPH mengedepankan upaya edukasi dan sosialisasi, bukan hanya sanksi. Para pelaku usaha di Bali dapat terus berinovasi dan memenuhi kebutuhan wisatawan tanpa terhalang kebijakan sertifikasi halal."
"Kebijakan ini memastikan bahwa Bali tetap menjadi tujuan wisata yang ramah dan inklusif, sesuai dengan karakteristik pariwisata Bali yang mengutamakan keberagaman dan menghormati berbagai preferensi wisatawan."
Dengan klarifikasi ini, para pelaku usaha di Bali diharapkan dapat merasa lebih tenang dan yakin bahwa kebijakan yang diterapkan tidak akan membatasi daya tarik budaya dan kuliner yang menjadi keunikan Bali. (Ray)