Ada Apa? Ratusan Krama Desa Adat Serangan Geruduk MDA Bali

Ada Apa? Ratusan Krama Desa Adat Serangan Geruduk MDA Bali
Ket Foto: Ratusan masyarakat Desa Adat Serangan menyambangi Majelis Desa Adat Provinsi Bali, Senin, 8 Juli 2024. (Sumber: BSB)

DENPASAR - Krama (Masyarakat) Desa Adat Serangan ramai-ramai mendatangi Kantor Majelis Desa Adat (MDA) Bali di Denpasar, sebelumnya sudah juga sudah mendatangi MDA Denpasar, Senin (8/7/2024).

Kedatangan krama Desa Adat Serangan membawa spanduk bertuliskan "Menjaga Kedaulatan Desa Adat, Desa Adat Serangan Metangi" dijaga oleh pihak kepolisian setempat.

Koordiantor Lapangan Desa Adat Serangan I Wayan Patut mendesak agar segera Majelis Desa Adat Bali untuk segera mengelaurkan dan atau menerbitkan Surat Pengukuhan atau Penetapan Bendesa Adat Serangan masa bhakti 2024-2929 sesuai Keputusan Panitia Ngadegan Bendesa Adat Serangan.

Mengingat Panitia Ngadegang Bendesa Adat Serangan telah melahirkan atau menghasilkan keputusan dan penetapan Bendesa Adat Serangan I Nyoman Gede Pariartha secara musyawarah dan mufakat pada tanggal 2 Mei 2024 dan 24 Mei 2024 di Wantilan Pura Desa, Desa Adat Serangan.

Oleh karena Bendesa Adat Serangan Periode 2014-2024 sudah berakhir pada tanggal 26 Mei 2024. Bilamana kekosongan dan situasi penetapan Bendesa Adat Serangan untuk periode 2024 -2029 tidak menjadi perhatian serta tanggapan MDA Bali, pihaknya akan melakukan aksi dan protes serta tuntutan secara besar-besaran.

Pada aksi protes tersebut pihaknya juga menemui Krama Desa Adat dari Kabupaten Karangasem, Klungkung hingga Gianyar yang menemui masalah serupa.

Patut yang juga pernah mendapat kalpataru kategori penyelamat lingkungan pada tahun 2011 merasa khawatir desa adat lama-kelamaan bisa merosot dan semakin rusak.

Dikhawatirkan lagi, Bali bisa lebih mudah akan dijajah oleh orang lain, termasuk warga asing, apabila kebijakan desa adat diberlakukan seperti itu.

Lambatnya penurunan surat keputusan dan penetapan Bendesa Adat Serangan menimbulkan kekhawatiran yang besar karena setiap saat ada keperluan adat, urusan-urusan ritual yang harus melibatkan bendesa adat yang sah.

Apalagi pihaknya punya pengalaman pahit, ada peristiwa "kudeta" pada tahun 2014.

"Kita sudah ikuti aturan, arahan, tapi kalau sekarang dipermainkan kami tidak diterima," pungkasnya.

Bahkan pihaknya menyoroti keberadaan MDA justru ada semacam peta konflik yang menyebabkan desa adat di Bali terkikis. 

"Jangan salahkan dijajah orang lain dan bahkan dijajah oleh orang asing," tutupnya. (Tim)