Trading Halt dan Dampaknya terhadap Pasar Saham Indonesia

DENPASAR - Pada Selasa, 18 Maret 2025, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengambil langkah tegas dengan menerapkan trading halt setelah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 5 persen.
Kebijakan ini bertujuan untuk mencegah kepanikan investor yang dapat memicu aksi jual besar-besaran dan memperburuk kondisi pasar. Trading halt adalah mekanisme yang diatur dalam regulasi pasar modal untuk menjaga stabilitas dan likuiditas pasar dalam kondisi darurat.
Landasan Teori dan Faktor Pemicu
Dalam teori pasar keuangan, keputusan penghentian sementara perdagangan berkaitan dengan teori efisiensi pasar (Fama, 1970), yang menyatakan bahwa harga saham mencerminkan semua informasi yang tersedia.
Namun, dalam situasi tertentu seperti penurunan indeks secara tajam, mekanisme ini memberikan waktu bagi investor untuk mencerna informasi guna meredakan volatilitas pasar.
Sementara itu, teori kepanikan pasar (Kindleberger, 1978) menjelaskan bahwa reaksi emosional investor sering kali menyebabkan gejolak pasar yang tidak rasional, sehingga intervensi regulator diperlukan untuk menjaga stabilitas.
Dalam sebulan terakhir, tekanan terhadap pasar keuangan Indonesia semakin meningkat. Data inflasi Februari 2025 menunjukkan kenaikan 3,8 persen (year-on-year), dipicu oleh naiknya harga pangan dan energi.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah hingga Rp16.200 per USD, yang berdampak pada emiten dengan utang dalam valuta asing.
Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan di 6,25 persen untuk meredam tekanan inflasi, tetapi hal ini meningkatkan biaya kredit bagi dunia usaha.
Dari sisi eksternal, ketidakpastian global turut membebani pasar keuangan Indonesia.
Konflik geopolitik di Timur Tengah mendorong harga minyak dunia naik ke USD 95 per barel, meningkatkan biaya produksi industri domestik. Selain itu, kebijakan moneter ketat Federal Reserve menyebabkan aliran modal asing keluar dari pasar negara berkembang.
Sepanjang Maret 2025, tercatat arus keluar dana asing sebesar Rp5,6 triliun dari pasar saham Indonesia, memperparah tekanan pada IHSG.
Dampak Trading Halt bagi Pelaku Pasar
Dalam jangka pendek, trading halt membantu meredam efek snowball selling, yaitu aksi jual yang terus berlanjut akibat kepanikan. Dengan penghentian sementara, investor memiliki waktu untuk meninjau kembali keputusan investasi berdasarkan analisis fundamental, bukan sekadar reaksi emosional.
Namun, dampak negatif juga ada, terutama bagi investor ritel yang mungkin kesulitan melakukan lindung nilai (hedging) selama periode pembekuan perdagangan.
Dari perspektif makroekonomi, penurunan IHSG yang signifikan dapat mengurangi kepercayaan pasar terhadap prospek perekonomian nasional. Indeks saham sering kali menjadi indikator ekspektasi pasar terhadap pertumbuhan ekonomi.
Penurunan tajam dapat melemahkan sentimen bisnis dan investasi. Selain itu, perusahaan dengan penurunan harga saham drastis berisiko mengalami peningkatan gagal bayar utang, terutama bagi emiten dengan leverage tinggi.
Jika gejolak ini berlanjut, dampaknya bisa meluas ke pertumbuhan ekonomi melalui jalur investasi dan konsumsi yang melemah.
Langkah Mitigasi dan Prospek Ke Depan
Menghadapi situasi ini, diperlukan koordinasi erat antara otoritas pasar keuangan, pemerintah, dan Bank Indonesia guna menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Langkah-langkah seperti intervensi di pasar valuta asing, penyesuaian kebijakan moneter, serta komunikasi efektif kepada pelaku pasar menjadi kunci dalam mengurangi dampak negatif trading halt.
Dengan pendekatan yang tepat, diharapkan pasar kembali stabil dan kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia tetap terjaga. (Tim)