Politik Riang Gembira Penuh Manipulasi

Politik Riang Gembira Penuh Manipulasi
Ilustrasi

DENPASAR | Joget - joget kegembiraan yang dipertontonkan pasangan salah satu calon presiden membuat banyak pihak merasa senang dan sebagian lagi merasa tidak.

Melihat sisi lain, seperti yang disebutkan oleh Reza Indragiri Amriel selaku Sarjana psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), capres tersebut lagi menutupi dirinya agar terlihat sehat. Bila dilihat dari beberapa video yang beredar di publik, memang cara berjalan dari capres tersebut sudah tidak normal alias agak pincang.

Reza terlebih dahulu menyinggung soal joget ala Presiden ke-45 Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden pertama Rusia Boris Yeltsin.

Ia menuturkan bahwa Trump (2019) juga berjoget ajojing selepas lolos dari serangan Covid 19, lalu Boris Yeltsin (1996) melakukan hal yang sama, Yeltsin dikenal punya riwayat penyakit jantung.

"Jadi, kedua tokoh tadi berjoget dalam rangka meyakinkan publik bahwa mereka sehat. Dan karena sehat, target Trump dan Yeltsin, masyarakat tidak ragu akan kesanggupan mereka memimpin Amerika Serikat dan Rusia," ujar Reza, Selasa (12/12/2023).

Reza menambahkan Trump dan Yeltsin bergoyang asyik cuma di saat berada di panggung dan ketika musik mengalun. Itu pun hanya satu dua kali. Menurut  pengamatan media,  sedangkan salah satu capres itu berjoget kadang tanpa diiringi musik.

Reza juga mengatakan dirinya adalah pendukungnya pada dua kali Pilpres yang lalu,  ia mengatakan terpukau oleh kegesitan pada tahun 2014 dan 2019.  Namun bukan itu yang dikhawatirkan olehnya, tetapi Reza menyebut joget berulang tanpa memperhatikan konteks acara, ditambah pernyataan-pernyataan capres itu yang serba mengambang dan terputus, itulah yang membuat waswas akan satu hal, yaitu executive functioning.

"Executive functioning bersangkut paut dengan kesanggupan manusia mengelola informasi lalu membuat keputusan yang solid," ucapnya.

Dan joget gemoy itu terkesan sebagai bentuk kompensasi, sekaligus pengalihan perhatian audiens, atas menurun jauhnya kemampuan capres tersebut berpikir strategis dan tuntas di level tertinggi pejabat negara.

Alarm yang berusaha dibungkam

Meloncat melihat kelompok masyarakat dan Mahasiswa yang saat ini berdemo di KPU, Bawaslu dan memutar arah ke gedung DPR RI yang sedang berjuang melawan dugaan kecurangan berencana yang sempat disinggung oleh Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dengan manipulasi hukum dengan penyalahgunaan kekuasaan.

Secara garis besar perlawanan yang dipertontonkan saat ini dimana - mana adalah aksi atas dugaan kecurangan yang terjadi menjelang dan sepanjang proses Pemilu 2024. Sebagian masyarakat dan mahasiswa juga mendapatkan asupan informasi ini juga dari film yang sempat viral 'Dirty Vote'.

Belum lagi yang menjadi sorotan tajam dari pengunjuk rasa adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meloloskan putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), yakni Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta Pilpres 2024 serta kembalinya Anwar Usman yang isunya kembali menjadi ketua MK.

Yang isu itu mencuat lantaran Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengeluarkan putusan sela dalam gugatan yang diajukan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman terhadap Ketua MK.

Yang isinya mengabulkan Permohonan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023–2028.

Pengunjuk rasa tersebut menyebutkan dalam orasinya bahwa menginginkan paslon nomor 2 untuk didiskualifikasi dan meminta Jokowi untuk mundur dari jabatannya.

Pergerakan ini juga diperparah juga dengan adanya dugaan penggelembungan suara yang tercatat dalam Sirekap milik Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Yang membuat pakar keamanan siber Roy Suryo buka suara soal aplikasi sirekap milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai masyarat bermasalah.

Tudingan Roy Suryo ini berawal dari bukti inputan angka dari data c1 dengan yang ditampilkan berbeda.

"Ini berbahaya, berbahaya kenapa karena hasil dari sirekap ini ditungu-tunggu oleh seluruh rakyat Indonesia," kata Roy Suryo, dilansir media online pada waktu yang lalu, 18/02/2024.

Ia juga mengatakan pada acara Indonesia Lawyer Club mengatakan ada perlunya melakukan investigasi forensik terhadap dugaan penggelembungan suara tersebut.

Tapi pada sisi pro pasangan calon tersebut, politik riang gembira ini dianggap mewarnainpanggung politik Indonesia. Keberanian untuk tampil apa adanya dianggap dekat dengan masyarakat dan fokus pada pemberdayaan pemuda adalah langkah-langkah positif yang menginspirasi generasi muda.  

Ancaman Hak Angket

Bergulirnya permasalahan terhadap tuduhan kecurangan yang dihadapi salah satu calon presiden dan wakil presiden ini, para pihak yang berseberangan memutuskan sengketa ini diselesaikan dengan hak angket DPR. Ini diharapkan bisa jadi salah satu upaya untuk meminta pertanggungjawaban para penyelenggara pemilu ihwal dugaan pelaksanaan Pilpres 2024 yang sarat dengan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). 

Usulan ini akan diusulkan pada pembukaan sidang DPR pada Maret 2024.  Dimana PDIP dan PPP bersiap memimpin rencana itu. 

“Kalau ketelanjangan dugaan kecurangan didiamkan, maka fungsi kontrol enggak ada. Yang begini ini mesti diselidiki, dibikin pansus, minimum DPR sidang, panggil, uji petik lapangan,” ungkap Ganjar. 

"Makanya kita harus membuka pintu komunikasi dengan partai pendukung Anies-Muhaimin," jelas Ganjar.

Disisi lainnya menurut informasi di lapangan Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah menyatakan dukungannya untuk menggulirkan hak angket ke DPR dan ini dapat diartikan menyatakan dukungannya terhadap wacana yang diinisiasi PDIP. 

"Semangat kami seperti semangat yang paling dinyatakan oleh Pak Anies, kita siap bersama inisiator PDIP untuk menggulirkan angket," kata Hermawi selaku sekjen partai Nasdem di NasDem Tower, Kamis (22/2/2024). 

Respon Kubu Prabowo-Gibran

Anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI Mukhamad Misbakhun menilai wacana pembentukan panitia angket di parlemen untuk menyelidiki kecurangan di pilpres dan pileg pada Pemilu 2024 kurang relevan. 

“Tuduhan bahwa ada kecurangan proses pemilu itu tidak bisa hanya dengan opini beberapa pihak atau partai yang kalah, tetapi harus melalui proses pembuktian disertai bukti-bukti dokumen autentik yang kredibel untuk bisa dikatakan sebagai adanya kecurangan,” ujar Misbakhun melalui siaran pers, Jumat (23/2/2024). (Tim)

Dikutip dari berbagai sumber.