Pemasangan Plang LP-KPK di Lahan Sengketa Memicu Kontroversi
DENPASAR - Pemasangan plang oleh Lembaga Pengawas Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LP-KPK) di atas tanah waris seluas 48 are di Jalan Batas Dukuh Sari, Kelurahan Sesetan, Denpasar Selatan, menuai sorotan tajam.
Langkah ini dianggap melanggar hukum oleh kuasa hukum keluarga Jero Kepisah, Wayan 'Dobrak' Sutita, yang menyebutnya sebagai tindakan pidana karena masuk tanpa izin.
“Kami akan melaporkan pemasangan plang ini kepada aparat hukum. Memasuki tanah tanpa hak adalah pelanggaran pidana,” tegas Wayan Dobrak pada Selasa (19/11/2024).
Ia menjelaskan bahwa tanah tersebut telah dikuasai kliennya sejak era Kerajaan Bali dan merupakan tanah waris yang telah digarap dan dibayar pajaknya oleh keluarga Jero Kepisah selama beberapa generasi.
“Semua dokumen, termasuk bukti pembayaran pajak, menguatkan kepemilikan keluarga Jero Kepisah atas tanah ini,” tambahnya.
Namun, pihak LP-KPK melalui Sekretaris Eksekutifnya, Alberto Da Costa, membantah tudingan tersebut. Menurutnya, pemasangan plang dilakukan atas permintaan Anak Agung Ngurah Eka Wijaya (Eka Wijaya), yang mengklaim sebagai pemilik sah lahan itu.
“Kami hanya mengawal. Eka Wijaya memiliki dasar untuk klaimnya, dan sebagai lembaga, kami berusaha membantu pengaduan pihak yang meminta pendampingan,” ujar Alberto.
Kisruh ini semakin rumit karena Eka Wijaya tidak hanya mengklaim tanah tersebut, tetapi juga 16 bidang tanah lainnya yang tercatat sebagai hak milik 14 ahli waris keluarga Jero Kepisah. Total luas lahan sengketa mencapai 8,6 hektar, dan kasusnya kini tengah bergulir di Pengadilan Negeri Denpasar.
Kuasa hukum Jero Kepisah, Wayan Dobrak, menilai proses hukum yang melibatkan tanah tersebut penuh kejanggalan. Ia bahkan menyebut adanya indikasi mafia tanah dalam kasus ini.
Salah satu yang disorot adalah penetapan Anak Agung Ngurah Oka, anggota keluarga Jero Kepisah, sebagai tersangka atas tuduhan pemalsuan silsilah keluarga. Dobrak menilai tuduhan tersebut mengada-ada karena masalah tersebut seharusnya bersifat keperdataan.
“Ngurah Oka tidak memiliki hubungan keluarga dengan Eka Wijaya. Tanah yang diklaim itu jelas merupakan warisan leluhur Jero Kepisah yang sudah dikuasai turun-temurun selama empat generasi,” pungkas Wayan Dobrak.
Kasus ini telah menarik perhatian publik, menyoroti potensi keterlibatan pihak-pihak yang dianggap berupaya memanipulasi hukum untuk kepentingan tertentu. Proses peradilan yang berlangsung akan menjadi ujian penting bagi penegakan keadilan di Denpasar. (Ray)