Minta Keppres Nomor 69 Tahun 1994 Direvisi, Gubernur Bali Ingin Produk Lokal Diperjuangkan dan Lawan Produk Impor

Minta Keppres Nomor 69 Tahun 1994 Direvisi, Gubernur Bali Ingin Produk Lokal Diperjuangkan dan Lawan Produk Impor

Denpasar |
Produk lokal sebagai kekuatan ekonomi harus diperjuangkan. Pemerintah Pusat diberikan saran dan masukan agar regulasi yang dibuat memberikan keberpihakan kepada petani lokal dan mampu menahan laju impor.
Hal itu disampaikan Gubernur Bali Wayan Koster saat menjadi narasumber pada acara talkshow dengan tema ‘Badan Riset dan Inovasi (BRIDA) untuk Percepatan dan Daya Saing Inovasi Daerah’, di Auditorium Lantai 3 Gedung BJ Habibie, Jakarta Pusat, Rabu (20/4).

Pada kesempatan itu Wayan Koster mengutarakan niat dan memohonkan agar Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko memberikan masukan kepada pemerintah pusat terkait persoalan impor yang terjadi selama ini.
“Saya mau curhat, ada BRIN dan BRIDA akan mendorong kemajuan pembangunan di daerah, termasuk di dalamnya akan meningkatkan produk lokal di masing-masing daerah. Tapi Kita juga harus melihat sistem secara keseluruhan harus sinkron dengan kebijakan di pemerintah pusat. Sekarang ini terus terang saja pak, bahwa regulasi kita kurang berpihak pada produk lokal dan terlalu ramah dengan produk impor,” tukasnya.

Menurut Koster kekurangan berpihakan regulasi di pemerintah pusat terhadap produk lokal dan terlalu ramah dengan produk impor, dicontohkannya dengan terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1994 tentang Pengadaan Garam Beriodium.

Akibat Keppres ini dan adanya turunan Peraturan Menteri (Permen), lanjut Koster, telah membuat garam tradisional lokal Bali yang khas cita rasanya sampai disukai oleh pasar ekspor, ternyata tidak bisa masuk ke pasar swalayan ataupun pasar modern di Bali.
“Kita bisa ekspor, tapi malah untuk pasar lokal dimasuki produk impor, karena produk lokal garam tradisional lokal Bali ini dibilang yodiumnya kurang, padahal garam tradisional lokal Bali ini bagus banget, hingga diminati di luar negeri,” ungkapnya.

Untuk itu mantan Anggota DPR-RI 3 Periode dari Fraksi PDI Perjuangan itu pun mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pemanfaatan Produk Garam Tradisional Lokal Bali sebagai keseriusannya untuk membangkitkan produksi garam yang dilakukan oleh para petani di Bali dengan menggunakan cara yang tradisional. Disampaikan oleh Wayan Koster, dengan niatnya yang fokus, tulus, dan lurus, serta dengan tegas meminta agar Keppres Nomor 69 Tahun 1994 supaya direvisi hingga keturunannya, termasuk ada sejumlah regulasi Peraturan Menteri yang terlalu ramah terhadap produk impor.


Kalau regulasinya tidak berubah, namun Kita di daerah bersemangat untuk meningkatkan produk lokal, itu akan terbentur oleh produk impor yang harganya lebih murah. Jadi mohon BRIN membantu memberikan masukan ke Pemerintah Pusat, supaya regulasi nasionalnya itu berpihak pada produk lokal,” tegas Gubernur Bali asal Desa Sembiran Buleleng Bali itu.

I Wayan Koster telah mengeluarkan Peraturan Gubernur (pergub) Bali Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali. Dihadapan Gubernur se Indonesia yang disaksikan secara daring dan melalui Live Streaming YouTube #Setahun BRINteraksi, Gubernur Bali jebolan ITB ini kemudian menyatakan jangan mengorbankan produk lokal hanya karena alasan produk impor itu lebih murah dari pada produk lokal. “Kapan petani kita ini akan sejahtera. Malu menurut saya, karena Indonesia sebagai negara agraris malah impor beras, sebagai negara maritim malah impor garam. Dimana letaknya dan ngak sinkron kita ini. Jadi di pusat ini harus sinkron terhadap di daerah,” imbuh pencetus konsep ekonomi Kerthi Bali, dengan disambut tepuk tangan para hadirin.

Selain Gubernur Bali Wayan Koster, narasumber lain yang dihadirkan adalah Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan, Gubernur Sulawesi Tenggara All Mazi, Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor, Gubernur NTB Zulkieflimansyah, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, dan Anggota Dewan Pengarah Tri Mumpuni, serta disaksikan secara langsung oleh gubernur dan bupati atau walikota se Indonesia secara daring.