Lalat Serbu Kintamani, Ancaman Pariwisata dan Kesehatan, Pemerintah Siapkan Solusi

Lalat Serbu Kintamani, Ancaman Pariwisata dan Kesehatan, Pemerintah Siapkan Solusi
Ir. I Wayan Sarma selaku Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Bangli.

BANGLI - Kintamani, salah satu destinasi wisata unggulan di Kabupaten Bangli, tengah menghadapi ancaman serius akibat serbuan lalat yang mengganggu aktivitas masyarakat dan wisatawan.

Fenomena ini dipicu oleh penggunaan limbah kotoran ternak yang belum diproses sebagai pupuk organik di area pertanian.

Faktor Penyebab Masalah Lalat

Berdasarkan laporan dari Dinas Pertanian Kabupaten Bangli, salah satu penyebab utama lonjakan populasi lalat adalah penggunaan limbah kotoran ayam yang tidak melalui proses fermentasi. 

Kabupaten Bangli, dengan karakter lahan pertanian kering yang mendominasi, memerlukan sekitar 373.650 ton pupuk organik per tahun. 

Sebagian besar kebutuhan ini dipenuhi oleh limbah kotoran ayam, baik yang diproduksi lokal maupun yang diimpor dari luar Bali, seperti Banyuwangi dan Lombok.

Limbah kotoran ayam ini langsung ditebar di lahan tanpa melalui proses fermentasi atau penambahan permentor, sehingga menciptakan kondisi ideal bagi lalat untuk berkembang biak.

Dampak Negatif

Serbuan lalat tidak hanya mengancam kenyamanan wisatawan, tetapi juga meningkatkan risiko penyebaran penyakit di masyarakat. 

Jika tidak ditangani dengan serius, masalah ini berpotensi merusak citra pariwisata Kintamani sebagai destinasi unggulan, terutama bagi wisatawan domestik dan internasional yang datang untuk menikmati keindahan Danau Batur dan pemandangan Gunung Batur.

Upaya Pemerintah menghubungi Ir. I Wayan Sarma selaku Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Bangli menyebutkan, Pemerintah Kabupaten Bangli tidak tinggal diam. Beberapa langkah telah disiapkan untuk menangani masalah ini secara sistematis, antara lain:

1. Sosialisasi Larangan Penggunaan Kotoran Hewan Mentah:

Dinas Pertanian secara aktif menyosialisasikan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 02 Tahun 2024, yang melarang penggunaan kotoran hewan mentah sebagai pupuk.

2. Pemberdayaan Petani:

Pemerintah mendorong kelompok tani untuk mengolah limbah ternak menjadi pupuk organik melalui bantuan alat pengolahan pupuk organik (APPO) dari Kementerian Pertanian.

3. Pelatihan dan Penyuluhan:

Dinas Pertanian rutin mengadakan bimbingan teknis (Bimtek) kepada petani tentang pembuatan pupuk organik yang ramah lingkungan.

3. Pengadaan Pupuk Organik Subsidi:

Pemerintah Provinsi Bali telah menyalurkan 678 ton pupuk organik subsidi pada tahun 2023. Alokasi ini diharapkan meningkat untuk memenuhi kebutuhan petani, khususnya di Kecamatan Kintamani.

4. Koordinasi dengan Pemerintah Provinsi:

Bupati Bangli berencana berkoordinasi dengan Gubernur Bali untuk pengadaan mesin pengolahan pupuk organik berbasis teknologi yang telah terbukti efektif di Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Harapan untuk Keberlanjutan

Melalui langkah-langkah ini, pemerintah berharap mampu mengurangi ketergantungan terhadap limbah ternak mentah dan mendorong penggunaan pupuk organik yang lebih ramah lingkungan. 

Edukasi berkelanjutan dan kolaborasi antara pemerintah, petani, dan masyarakat menjadi kunci utama untuk mengatasi persoalan ini.

Masalah lalat ini tidak hanya terjadi di Kintamani, tetapi juga di wilayah lain dengan karakteristik iklim serupa. Oleh karena itu, solusi yang diterapkan di Bangli diharapkan dapat menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia.

Pemerintah Kabupaten Bangli mengimbau semua pihak untuk bekerja sama demi keberlanjutan sektor pertanian, kelestarian lingkungan, dan menjaga citra Kintamani sebagai destinasi wisata unggulan. (Ray)