Tuding Mafia Tanah, Keluarga Jero Kepisah Serukan Keadilan di PN Denpasar
DENPASAR – Keluarga besar Jero Kepisah, Pedungan, Denpasar, menggelar aksi orasi penuh semangat di halaman Pengadilan Negeri Denpasar pada Selasa (12/11/2024), mengecam keras upaya kriminalisasi yang dialami oleh ahli waris Jero Kepisah, Anak Agung Ngurah Oka.
Aksi ini turut didampingi oleh Yayasan Kesatria Keris Bali yang dipimpin oleh Ketut Putra Ismaya Jaya (Jero Bima). Mereka melakukan persembahyangan upasaksi di Padmasana PN Denpasar sembari membentangkan spanduk bertuliskan “Tolak Kriminalisasi Hukum” dan “Basmi Mafia Tanah”, menyuarakan penolakan terhadap dugaan pemalsuan silsilah yang kini membawa keluarga mereka ke ranah pengadilan.
Wayan “Dobrak” Sutita, penasihat hukum keluarga Jero Kepisah, dengan tegas menyatakan bahwa keluarga mereka telah menguasai tanah sengketa di Subak Kerdung bahkan sejak sebelum kemerdekaan Indonesia, memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) yang sah. Ia mencibir tuduhan pemalsuan silsilah yang diarahkan kepada Ngurah Oka, menegaskan bahwa klaim tersebut tidak berdasar.
"Selama ratusan tahun, tanah ini dikuasai keluarga kami, sejak zaman Belanda hingga Jepang. Kini, muncul mafia tanah yang ingin merusak tatanan hukum adat Bali," teriaknya, menambahkan bahwa ada upaya untuk merebut tanah warisan keluarga mereka menggunakan kekuatan uang dan manipulasi.
Keluarga Jero Kepisah menduga ada mafia yang beroperasi di balik perkara ini. Jero Bima, yang turut hadir dalam aksi, juga menyuarakan keprihatinannya atas proses hukum yang berlangsung. Ia menegaskan, "Kasus ini jelas mafia tanah. Kami tidak pernah menyangka, bahwa masalah ini bisa sampai ke pengadilan. Semoga hakim PN Denpasar dapat menegakkan keadilan yang sesungguhnya."
Persidangan yang berlangsung di ruang pengadilan dimulai dengan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), di mana tim penasihat hukum yang dipimpin oleh Kadek Duarsa SH MH CLA segera mengajukan sanggahan.
Kadek Duarsa mempertanyakan ketidakakuratan dakwaan yang diterima oleh kliennya, menyebutkan bahwa JPU seharusnya tidak kesulitan mengetahui alamat lengkap terdakwa. Ia menggarisbawahi bahwa dakwaan terkait silsilah yang didalilkan oleh pelapor sama sekali tidak berdasar, karena pelapor tidak memiliki hubungan keluarga dengan terdakwa.
Menurut Kadek Duarsa, perkara ini sejatinya adalah sengketa hak atas tanah yang seharusnya diselesaikan di ranah perdata, bukan pidana. "Ini adalah kekeliruan besar dalam proses hukum. Perkara tanah seharusnya diurus secara perdata, bukan kriminal," tegasnya, menunjukkan bahwa status hukum tanah tersebut sudah jelas dengan sertifikat yang sah.
Sementara itu, pelapor dalam kasus ini, AA Ngurah Eka Wijaya dari keluarga Jero Jambe Suci, berusaha mengklaim hak atas tanah milik keluarga Jero Kepisah.
Namun, Ngurah Oka menegaskan bahwa keluarga Jero Kepisah tidak memiliki hubungan darah dengan pelapor dan menolak klaim tersebut. Ia mengatakan, "Kami tidak ada hubungan apapun dengan keluarga Jero Jambe Suci. Kami telah menguasai tanah ini selama lebih dari empat generasi."
Kasus ini bermula pada tahun 2014, ketika pelapor mengklaim hak atas tanah sawah di Subak Kerdung dan meminta agar tanah tersebut dibagi.
Penolakan keluarga Jero Kepisah terhadap klaim tersebut kemudian berujung pada laporan polisi dengan tuduhan pemalsuan silsilah dan penyerobotan tanah. Namun, pengadilan pra-peradilan sebelumnya sudah membatalkan tuduhan tersebut, dengan hakim menyatakan bahwa unsur-unsur pidana yang disangkakan tidak terbukti.
Menurut para kuasa hukum keluarga Jero Kepisah, terdapat kejanggalan dalam penanganan kasus ini, di mana petunjuk Jaksa sebelumnya meminta agar status hak atas tanah tersebut dibuktikan melalui proses perdata, namun kasus ini malah dipaksakan masuk ke ranah pidana.
"Petunjuk jaksa jelas. Bila hak tanah belum terbukti, ini adalah masalah perdata, bukan pidana," kata Ngurah Agung, kuasa hukum keluarga Jero Kepisah.
Sementara itu, Agus Eka Sabana Putra, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Bali, memilih untuk tidak memberikan komentar terkait materi kasus tersebut, namun menegaskan bahwa semua pertanyaan akan terjawab melalui proses pembuktian di persidangan.
Kasus ini mengungkapkan potret buram praktik mafia tanah di Bali yang kerap merongrong hak-hak adat dan warisan keluarga. Keluarga Jero Kepisah kini menantikan keadilan dari pengadilan yang akan menentukan nasib tanah warisan mereka dan membongkar kejahatan yang merusak tatanan hukum Bali. (Ray)