Kolaborasi Senyap, Dampak Nyata Harmoni Warga Serangan dan BTID Wujudkan Masa Depan Kura Kura Bali

DENPASAR – Di tengah hiruk-pikuk dinamika pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura Kura Bali, kolaborasi antara Desa Adat Serangan dan PT Bali Turtle Island Development (BTID) terus menunjukkan konsistensi yang luar biasa. Meski tak banyak disorot publik, kerja sama ini berjalan erat, seperti hubungan keluarga besar yang saling percaya dan mendukung.
Sejak awal, komunikasi yang dibangun tidak hanya formal, tapi juga akrab dan terbuka. Masyarakat lokal terlibat aktif dalam berbagai aspek—dari kegiatan adat, budaya, tradisi, hingga lingkungan dan perencanaan kawasan. Kolaborasi ini menjadi fondasi penting dalam pembangunan KEK Kura Kura Bali.
“Keterbukaan untuk berkomunikasi selalu kita jalin dan jaga bersama. Tidak semua hal perlu diumumkan, yang penting ada kepercayaan dan itikad baik,” ujar Jro Ketut Sudiarsa, Mangku Pura Pat Payung.
Jro Sudiarsa juga menyampaikan dukungan penuh terhadap kelancaran pembangunan KEK Kura Kura Bali, sembari berharap berkah dari Ida Betara Dalem Pat Payung agar seluruh proses berjalan lancar dan penuh rahayu.
Pengelola KEK pun memahami bahwa membangun kawasan bukan hanya soal infrastruktur, tetapi juga soal membangun relasi harmonis dengan masyarakat lokal. Hal ini disampaikan pula oleh Bendesa Adat Serangan, I Nyoman Gede Pariatha.
“Kami bertanggung jawab moril menjaga harmonisasi dengan Tuhan, manusia, dan lingkungan di sini. Hubungan dengan BTID selalu baik dan segala persoalan selalu diselesaikan lewat komunikasi,” jelasnya.
Ia menggarisbawahi bahwa kawasan Kura Kura Bali adalah bagian dari teritorial Desa Adat Serangan, sehingga keharmonisan perlu dijaga. Dukungan penuh juga diberikan demi terwujudnya pembangunan yang telah lama dinantikan.
“Investasi di sini harus melahirkan kesejahteraan bagi warga Serangan dan sekitarnya,” tambahnya.
Kolaborasi ini juga tercermin dari sejarah kontribusi nyata BTID, seperti penyerahan lahan seluas 7,3 hektar kepada masyarakat sejak kesepahaman tahun 1998, penyediaan fasilitas umum, hingga penyediaan lahan parkir saat hari besar keagamaan.
Yang paling membekas, saat pandemi Covid-19, BTID tidak melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan asal Serangan—berbeda dengan banyak perusahaan lain yang melakukan PHK massal.
“Warga Serangan masih digaji, ekonomi lokal tetap berputar. Ini bukti nyata komitmen BTID,” ungkap Bendesa Pariatha.
Lurah Serangan, Ni Wayan Sukanami, juga mengapresiasi hubungan harmonis yang telah terjalin. Ia mengenang bagaimana akses ke Pura Sakenan dahulu hanya bisa dilakukan lewat jukung atau berjalan kaki saat surut. Kini, berkat pengembangan dari BTID, sebuah jembatan penghubung memudahkan aktivitas keagamaan warga.
“Kontribusi BTID kepada warga Serangan sudah banyak dan sangat berarti,” katanya.
Kolaborasi yang berjalan tenang ini menjadi bukti bahwa pembangunan yang selaras dengan budaya dan komunitas bukan hanya wacana, tapi sudah terjadi pelan, pasti, dan penuh keharmonisan. (Tim)