BONGKAR! Pertamax, Pertalite yang Tidak Perlu Antre? Dugaan Korupsi dan Pengoplosan BBM Menggemparkan Publik!"

DENPASAR - Isu seputar bahan bakar minyak (BBM) kembali memanas setelah muncul dugaan bahwa Pertamax hanyalah Pertalite yang tidak perlu antre.
Di tengah polemik antrean panjang di SPBU, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina. Skandal ini disebut merugikan negara hingga Rp193,7 triliun.
Modus Korupsi, Dari Mark Up hingga Pengoplosan BBM
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa para tersangka terdiri dari empat petinggi anak perusahaan Pertamina dan tiga pihak swasta.
Modus yang digunakan antara lain mengurangi produksi minyak dalam negeri agar kebutuhan impor meningkat, serta melakukan mark up kontrak pengiriman minyak impor.
Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, RS (tengah) berjalan memasuki mobil tahanan usai ditetapkan sebagai tersangka di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (25/02).
Yang paling mengejutkan, tersangka diduga mengimpor minyak mentah berkualitas rendah (RON 88 dan 90) lalu mencampurnya untuk menjadi RON 92 (Pertamax). Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa minyak hasil impor ini dikirim ke storage di Merak, lalu diolah agar sesuai dengan standar Pertamax.
Namun, PT Pertamina Patra Niaga membantah tuduhan ini. Corporate Secretary Heppy Wulansari menegaskan bahwa Pertamax tetap memiliki spesifikasi RON 92 sesuai ketentuan pemerintah. Ia juga menekankan bahwa Pertamina menjalankan prosedur ketat dalam quality control dan distribusi BBM.
Publik Meradang, "Pertamax Itu Pertalite yang Nggak Antre!"
Di media sosial, warganet ramai membahas dugaan pengoplosan BBM. Narasi bahwa Pertamax sebenarnya adalah Pertalite yang tidak perlu antre semakin menguat.
Video viral menunjukkan oknum mencampur cairan hijau khas Pertalite dengan zat tertentu sebelum dijual sebagai Pertamax. Meski belum ada konfirmasi resmi, masyarakat sudah terlanjur resah dan mempertanyakan transparansi distribusi BBM.
Fenomena ini juga menyoroti masalah subsidi BBM. Pertalite yang lebih murah akibat subsidi selalu diserbu masyarakat, sementara Pertamax yang lebih mahal cenderung sepi peminat.
Akibatnya, SPBU penuh antrean di jalur Pertalite, sedangkan jalur Pertamax lengang.
Subsidi BBM, Tepat Sasaran atau Salah Kaprah?
Banyak pihak mempertanyakan apakah subsidi BBM sudah tepat sasaran. Pertalite seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat menengah ke bawah, namun tanpa regulasi ketat, banyak pemilik kendaraan mewah yang tetap menggunakannya.
Jika subsidi lebih terkontrol, masyarakat dengan daya beli lebih tinggi dapat diarahkan menggunakan Pertamax, sehingga tidak membebani anggaran negara.
Perbedaan BBM atau Kebijakan yang Tidak Seimbang?
Selama harga masih menjadi faktor utama dalam memilih BBM, masyarakat akan terus mencari opsi termurah. Jika pemerintah tidak segera menata ulang kebijakan subsidi, fenomena "Pertamax itu Pertalite yang nggak antre" akan terus berlanjut.
Apakah ini hanya masalah antrean, atau ada yang lebih besar di balik polemik BBM di Indonesia? (Ray)