Macet TPA, Ayu Widi Pegiat Sampah Ajak Kadis Kota Denpasar Untuk Serius Gunakan Program Pendahuluan Sampah
BALI SATU BERITA | DENPASAR - Membahas sampah memang sepertinya tidak ada habisnya, mulai dari sumber sampah sampai dengan pembuangan akhir. Melirik kejadian kemarin berderetnya truk sampah memadati jalan raya, membuat rekan media menghubungi Kadis Lingkungan Hidup Kota Denpasar yang sepertinya mengalihkan pertanyaan bahwa itu pengelolaan TPA Suwung adalah milik Provinsi Bali.
Dugaan truk sampah yang sempat memacetkan jalan berjam-jam itu berasal dari tumpukan sampah warga Kota Denpasar. Menghubungi Kadis Made Teja selaku Kadis Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali menanyakan hal yang sama. Ia mengatakan bahwa kemacetan dan lambatnya penanganan adalah dikarenakan oleh kondisi hujan.
" Hujan lebat menyebabkan lambatnya penanganan dan jumlah sampah dari Denpasar karena belum beroperasionalnya TPST di Denpasar secara maksimal, " terangnya dalam wawancara singkat, Jumat (27/01/2023).
Menghubungi Ayu Widi yang mengaku merupakan Koordinator Bali Partnership (Kemitraan Bali Resik) yang sangat getol memperjuangkan dunia persampahan Bali, ia menyindir pihak Dinas Lingkungan Hidup dan kebersihan Kota Denpasar yang Tidak ada time sheet untuk sosialisasi pemilahan di sumber, tidak ada aksi mengajak Kepala desa/lurah untuk mengelola organiknya sedekat mungkin dengan sumber sampah.
" Kalau hanya mengandalkan TPST & TPS3R, tanpa adanya peran serta masyarakat, Banjar, Kepala desa/lurah, untuk secara masif memilah sampah dan mengolah sampah organik sedekat mungkin dengan sumber, TPST akan kewalahan di Operation dan maintenance-nya. Ujung-ujungnya khawatirnya mangkrak, " pesan Widi dalam percakapan pesan elektroniknya, Jumat (27/01/2023).
Ia menginginkan agar Pemerintah Kota Denpasar lewat Kepala Dinasnya mengundang semua teman-teman yang aktif di persampahan. Ia juga menegaskan bahwa mereka ada di Kemitraan Bali Resik (Bali Partnership), dimana kita tidak menggunakan APBD, maupun APBN.
Ia juga menanyakan pemerintah pusat yang bantu TPST lalu pengelolaan ditenderkan tetapi tidak ada program pendahuluan, agar nantinya TPST (Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu) tidak menjadi TPA bayangan.
" Panjang dan tidak mudah memang proses pendampingan masyarakat, contoh saja kabupaten Jembrana yang bupatinya punya komitmen kuat "
" Aku full banget nih di Jembrana, hayoo kapan ngobrol bikin diskusi dengan teman-teman Kemitraan Bali Resik, disitu ada Griya Luhu, Eco Bali, Stop Program, Merah Putih Hijau, Delterra dan lainnya, "ajaknya kepada awak media.
Ia juga menjelaskan bahwa pada dasarnya, jika konsep TPA hanya ditujukan untuk residu dan residu ditangani dengan sistem apapun (RDF, dan lainnya) asal tidak merugikan kesehatan masyarakat, itu harus dibarengi juga dengan komitmen untuk semaksimal mungkin 'zero waste management', sehingga residu minim.
"Artinya sisa sampah saja yg diangkut dan diolah ke TPA"
"Saat ini sudah banyak terdapat TPS3R (tingkat desa/kelurahan) dan beberapa TPST (tingkat kabupaten) yang 'on progress' untuk diaplikasikan. Masalahnya adalah tidak ada 'timesheet' dan 'schedule' pendahuluan untuk mengajak masyarakat kepala desa/kelurahan, lewat regulasi ditingkat kabupaten/kota dengan menyamakan visi misi dengan para pemimpin/tokoh di desa untuk pengelolaan sampah berbasis sumber ini, "jelasnya panjang lebar.
Kondisi ini memang dibenarkan oleh awak media yang sudah lumayan keliling menanyakan ke setiap perbekel dan kepala desa pentingnya edukasi terlebih dahulu terhadap komitmen bersama ini.
" Masyarakat harus ikut memilah dari rumah atau tempat usahanya, karena ini perlu proses, maka harus dihitung jangka waktu pendampingan sampai desa/kelurahan atau kabupaten/kota (untuk TPST) bisa mandiri "
"Perlu waktu, perlu sistem pengkaderan tiap Banjar yang melakukan evaluasi beberapa hari dalam seminggu "
Jikapun Masyarakat sudah mulai berkontribusi untuk ikut dalam program TPST atau sistem pemilahan dari sumber, sistem penjemputan harus menjadi ujung tombak 'image'.
Karena Masyarakat akan melihat bagaimana disiplinnya si penjemput menjemput (seminggu beberapa kali), bagaimana dia menempatkan sampah organik dan non organiknya dalam bak Viar/container terpisah yang cat beda (misalnya kuning vs hijau).
Kampanye, kontrol, reward-reward pemicu untuk Ibu-ibu semangat memilah harus 'sustainable' (berkelanjutan) dilakukan.
"Pemerintah kabupaten / Pemerintah Kota harus membuktikan komitmennya lewat budget yang masuk akal dalam pengelolaan sampah berbasis sumber ini, jika TPA tidak ingin jadi gunung, " pesannya.
Ia juga menekankan bahwa pembicaraannya ini belum sampai tentang sampah medis.
" Ini kita baru bicara sampah rumah tangga dan sejenis rumah tangga. Belum lagi sampah medis yang selama ini harus diolah di Jawa, karena Bali belum memiliki pengolahan sampah medis. Lumayan biayanya, teman yang Direktur Rumah Sakit yang ngurusin sampah medis ini mengeluh juga tentang biayanya "
" Hanya TPST Jembrana yang sudah berjalan dan proses alih tanggung jawabnya berjalan baik. Itupun masih proses ngajakin Masyarakat memilah, ngajarin KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) agar tidak tersisih dan tetap berfungsi sebagai pengangkut, tapi dengan pola dan disiplin yang lebih baik "
Kondisi ini pesannya bila tidak rajin mendampingi Masyarakat tentu sampah akan dibakar oleh masyarakat. Dengan ini dapat merugikan kesehatan masyarakat karena plastik mengandung dioksin dan bersifat karsinogen.
Dan bila dibuang ke selokan, sungai dan sebagainya akan merugikan kesehatan masyarakat juga, karena mencemari tumbuh-tumbuhan dan biota air termasuk ikan.
"Seluruh komponen masyarakat harus diajak memahami konsep pengelolaan sampah yang baik. Kepala daerah harus jadi ujung tombak dan aktif ikut kampanye"
"Ketua PKK juga harus ikut aktif turun ke masyarakat untuk mengkampanyekan pengelolaan sampah berbasis sumber ini, "pungkasnya. (Ray)