Jalur Masuk Rencana Terminal LNG bukan Habitat Trumbu Karang.

Jalur Masuk Rencana Terminal LNG bukan Habitat Trumbu Karang.
Dr. Ir. I Ketut Sudiarta, M.Si., Pakar Ahli Kelautan dan perikanan Laut

BALI SATU BERITA | DENPASAR - Menjawab semua keluhan masyarakat terhadap habitat laut terutama terumbu karang, atas rencana pembangunan Terminal LNG (gas alam cair) mendapat jawaban dari pakar ahli bidang kelautan dan perikanan.

Menemui kediaman Dr. Ir. I Ketut Sudiarta, M.Si., dibilangan Denpasar. Pengalamannya sebagai Technical Assistance for Strategic Environmental Assessment (SEA) of Marine-Coastal-Small Islands Zoning Plan (RZWP3K) to Taskforces in North Sumatera and Bangka Belitung Provinces (2017) dan Asistensi Teknis Penyusunan KLHS – RZWP3K bagi Pokja Provinsi Sumatera Utara dan Kepulauan Bangka Belitung.

Cukup mumpuni untuk kita ambil wawasannya menjawab tentang rencana pembangunan Terminal LNG di Sidakarya untuk wilayah laut, khususnya terumbu karang.

"Pengerukan (dreging) yang dilakukan tidak dengan baik itu bisa terdampak pada terumbu karang baik itu yang berada dilokasi pengerukan atau disekitarnya, terutama terkait dengan kekeruhan, "pesannya, Senin (27/06/2022). 

"Namun bila diterapkan dengan pengerukan yang menggunakan teknologi terkini tentu dapat mengeliminir kekeruhan yang akan menyebar"

Sedangkan zona yang rencana akan digunakan untuk melancarkan akomodasi kapal pengangkut LNG nantinya merupakan zona pelabuhan, yang sejatinya sudah mengantongi izin dan kajian lengkap untuk melindungi habitat laut seperti terumbu karang.

Ia juga mengatakan bahwa masyarakat yang mempermasalahkan terumbu karang dikatakannya, mungkin lupa bahwa pembangunan Terminal Khusus (Tersus) ini adalah zona areal perairan yang dulunya bekas galian untuk reklamasi pulau Serangan (proyek PT. Bali Turtle Island Development / BTID).

"Reklamasi 400ha di pulau Serangan materialnya mengambil dari situ. Dan kedalamannya sudah mencapai 9 meter saat ini (luas ± 50ha). Saya dengar informasinya akan diperdalam lagi 1 meter jadi total kedalaman 10 meter untuk bisa digunakan kapal pengangkut gas (LNG)"

Ia juga menegaskan berdasarkan pertanyaan awak media, bahwa diseluruh zona pelabuhan itu dari Mertasari sampai Serangan bukan merupakan habitatnya terumbu karang. Begitu juga alur masuk kapal itu tidak ada juga habitat terumbu karang.

Terumbu karang itu dijelaskan bahwa ada di wilayah menghadap laut pulau Serangan dan wilayah laut Semawang, itu masih diluar alur masuk. Tetapi ia mengingatkan juga bahwa saat dredging nantinya di alur ada potensi dampak terhadap terumbu karang, tetapi itu dapat diatasi dengan teknologi.

Seperti contoh pembangunan pelabuhan penyeberangan Bias Munjul di Pulau Nusa Ceningan, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali. Ia mengatakan tidak adanya dampak kerusakan pada terumbu karang.

"Kegiatan itu sama dengan pengerukan alur, jadi ada teknologi agar tidak menyebar dan dapat merusak terumbu karang.

Dengan memasang shield protector. Saya pikir itu akan berhasil karena tidak akan ada sedikitpun terumbu karang yang kena kerukan, tetapi potensi kerusakan ada kalo tidak benar-benar memproteksi kekeruhan ini"

"Yang lebih berbahaya bagi terumbu karang sebenarnya bukan pengerukan (dredging) tetapi reklamasi yang saat melempar hasil kerukan itu yang berbahaya menimbulkan kekeruhan dan kerusakan terumbu karang"

Ia juga mengatakan terumbu karang dibandingkan mangrove lebih mudah untuk membangun kawasan mangrove, karena terumbu karang ini tumbuhnya memerlukan waktu yang sangat panjang.

Menanyakan soal masyarakat bukan menolak LNG-nya tetapi Zonasi-nya yang dirubah di wilayah reklamasi pelabuhan, itu membuat I Ketut Sudiarta kembali menanyakan pertanyaan kami, apakah benar kapal besar akan bisa masuk ke wilayah pelabuhan?

"Kapal pesiar, kapal pengangkut LNG tidak bisa masuk, kalo tidak memotong terumbu karang (reef) yang ada di Tanjung Benoa. Mungkin masyarakat khawatir sisi visualnya bagi pariwisata, view dari daratnya mungkin mangrove-nya, kalo dari sisi kelautan tidak ada masalah"

Tambahnya, terumbu karang yang ada di Tanjung Benoa justru sangat penting, itu dapat menjadi pemecah ombak, itu pelindung dari daratan yang ada di Tanjung Benoa.

Sebelum kami balik kanan, Ia juga berpesan bahwa kemandirian Bali terhadap energi bersih sangat penting dan segera. Ini adalah kesempatan yang bagus untuk dapat menata kawasan pariwisata menjadi lebih modern.

"Harus ada pengorbanan sedikit. Ibarat membuang sampah ke tempat lain untuk tidak mengotori tempat sendiri itu tentu tidak elok dan fair," Pungkasnya. (Ray)