KI PUSAT RI GELAR BIMTEK INDEKS KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
Bali Satu Berita | Badung - Bertempat di Kuta Paradiso Hotel Bali, Komisi informasi (KI) Pusat RI menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) 2023 secara hybrid yang diikuti oleh 10 Pokja Daerah Provinsi yaitu: Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, 4) Pokja Daerah Kalimantan Tengah, 5) Pokja Daerah Kalimantan Selatan, 6) Pokja Daerah Kalimantan Utara, 7) Pokja Nusa Tenggara Timur, 8) Pokja Daerah Nusa Tenggara Barat, 9) Pokja Daerah Sumatera Barat, Rabu (22/02).
Hadir secara daring Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dr. H. Abdul Kharis Almasyhari, M.Si untuk memberikan pemaparan tentang “Urgensi Keterbukaan Informasi Publik Bagi Kemajuan Daerah. Dalam penyampaiannya, Kharis menyatakan bahwa dalam pelaksanaan keterbukaan informasi, publik behak atas informasi yang mestinya didapatkan. Dulu sebelum ada UU KIP, semua informasi dari pemerintah seolah-olah rakyat tidak boleh tahu, padahal pemerintah menjalankan mandat dari rakyat sehingga harus disampaikan kepada rakyat, karena pemegang kedaulatan tertinggi adalah rakyat. Dengan demikian lahirnya UU Nomor 14 Tahun 2008 menjadi landasan hukum dalam memenuhi hak rakyat untuk mendapatkan informasi publik.
Kharis juga berharap agar pelaksanaan IKIP jangan hanya sebatas angka-angka tapi harus benar-benar mencerminkan keterbukaan yang sesungguhnya sehingga tidak ada bias yang dirasakan oleh masyarakat. Jangan sampai yang disampaikan kepada masyarakat A padahal yang sesungguhnya adalah B. Untuk itu Komisi Informasi Pusat dan Komisi Informasi Provinsi harus bahu-membahu dalam pelaksanaan keterbukaan informasi secara nasional.
“Dengan pelaksanaan IKIP ini secara berkelanjutan, semoga Komisi Informasi dapat mengawal keterbukaan informasi di Indonesia yang terbaik bagi bangsa dan negara,” ujar Kharis.
Sementara itu Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat, Arya Sandhiyudha, dalam sambutannya menyampaikan bahwa ukuran Badan Publik dibagi dalam 4 skenario: 1) performa badan publik, 2) pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pegiat keterbukaan informasi publik; 3) kesesuaian regulasi provinsi dan IKIP; 4) keberlanjutan ketahanan masyarakat indormasi serta suply/demand informasi publik. Ini menjadi tolak ukur apakah keterbukaan informasi di Indomesia sudah lebih maju atau malah terjadi kemunduran.
Komisioner Bidang Regulasi dan Kebijakan sekaligus penanggung jawab Penyusunan IKIP 2023, Rospita Vici Paulyn, menyampaikan bahwa pelaksanaan Bimtek IKIP 2023 ini bertujuan untuk mensosialisasikan metodologi dan tahapan IKIP 2023 kepada Kelompok Kerja Daerah, mensosialisasikan pengumpulan data kepada Informan Ahli Daerah, pengelolaan data, dan pelaporan tugas Kelompok Kerja Daerah IKIP 2023, serta mensosialisasikan ruang lingkup indikator IKIP 2023 kepada Kelompok Kerja Daerah.
“Pelaksanaan IKIP akan memberikan data, fakta, dan informasi terkait upaya-upaya pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, dalam pelaksanaan Keterbukaan Infomasi Publik. IKIP dapat menggambarkan disparitas baik antara pemerintah pusat dengan daerah ataupun antar daerah, juga kesenjangan antara pulau jawa dan luar jawa, serta antara wilayah barat dan timur Indonesia,” ujar Vici.
Vici mengungkapkan bahwa Penyusunan IKIP merupakan program prioritas nasional untuk mengukur sejauhmana implementasi Undang-Undang nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik pada Badan Publik dan masyarakat di tingkat daerah dan nasional 34 provinsi se-indonesia, sehingga merupakan tugas bersama seluruh keluarga besar Komisi Informasi se-Indonesia.
Hasil IKIP ini dapat menjadi acuan keterbukaan informasi publik dalam meningkatkan akuntabilitas kinerja lembaga-lembaga negara guna memenuhi hak kedaulatan rakyat untuk meningkatkan partisipasi dan akses informasi kepada masyarakat; dan dapat menjadi pertimbangan dalam penentuan arah kebijakan nasional yang berpengaruh positif terhadap investasi nasional maupun investasi asing.
Indeks ini menganalisis 3 aspek penting yang mencakup kepatuhan badan publik terhadap UU KIP (obligation to tell), persepsi masyarakat terhadap UU KIP maupun haknya atas informasi (right to know), dan kepatuhan badan publik terhadap pelaksanaan keterbukaan informasi terutama kepatuhan dalam melaksanakan putusan sengketa informasi publik untuk menjamin hak masyarakat atas informasi (access to information).
“Aspek yang diukur adalah relevansi keterbukaan informasi bagi politik, ekonomi dan hukum, dimana ketiga hal ini merupakan bidang-bidang penting yang menjadi fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga harus disorot secara tajam,” tambah Vici.
Dari pengukuran indeks keterbukaan informasi ini akan dapat terlihat provinsi mana saja yang sudah dalam kategori baik, mana yang kategori sedang, dan mana yang masih berada dalam kategori buruk. Terhadap provinsi yang masih berada pada kategori buruk, tentunya Komisi Informasi perlu melakukan pendampingan secara khusus untuk peningkatan pelaksanaan keterbukaan informasi publik.
“Dalam jangka panjang IKIP akan membawa manfaat mengingat keterbukaan informasi publik akan ikut memajukan kehidupan bangsa. Dengan tersedianya data dan gambaran Keterbukaan Informasi Publik di Indonesia akan dapat memberikan rekomendasi terkait arah kebijakan Nasional mengenai Keterbukaan Informasi Publik dan memastikan rekomendasi tersebut dijalankan; mengasistensi badan publik dalam mendorong pelaksanaan Keterbukaan Informasi Publik di tingkat pusat dan daerah, memberikan masukan dan rekomendasi bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyusunan kebijakan dan program pembangunan daerah dan nasional, serta sebagai bahan utama Pemerintah Republik Indonesia dalam memberikan laporan pencapaian Keterbukaan Informasi Publik di Indonesia untuk disampaikan dalam forum internasional,” tutup Vici. ***