Kasus Jero Kepisah, Uji Validitas Cegah PENYALAH GUNAAN WEWENANG dan SEWENANG-WENANG Aparatur Negara

Kasus Jero Kepisah, Uji Validitas Cegah PENYALAH GUNAAN WEWENANG  dan  SEWENANG-WENANG Aparatur Negara
Dr. Made Jayantara SH, MH, MAP, CLA., selaku ahli hukum pemerintahan
Kasus Jero Kepisah, Uji Validitas Cegah PENYALAH GUNAAN WEWENANG  dan  SEWENANG-WENANG Aparatur Negara

BALI SABTU BERITA | DENPASAR - Mulai ramai, publik kembali mengomentari Kasus Jero Gede Kepisah yang memang lagi viral dipemberitaan berbagai media massa. Kali ini dari Dr. Made Jayantara SH, MH, MAP, CLA., selaku ahli hukum pemerintahan, ia mengomentari kasus yang menimpa Anak Agung Ngurah Oka selaku ahli waris Jero Gede Kepisah, soal laporan pemalsuan silsilah.

Ia mengatakan bahwa harusnya aparat desa setempatlah yang mengetahui atau membenarkan tentang silsilah dari keluarga Jero Gede Kepisah ini, yang diajukan oleh ahli waris atau yang membutuhkan keterangan silsilah.

" Sebenarnya aparat desalah yang tahu tentang keluarga ini. Tetapi untuk mengetahui bahwa ini benar atau salah ya pengadilan, harus ada penetapan pengadilan, " ungkapnya di kediamannya, Jumat (06/01/2023).

Ia juga menyinggung soal uji dalam teori Hans Kelsen yang menyatakan bahwa uji Validitas adalah yang paling mendekati keberdasarannya, kebersumberannya dan konsistensinya.

" Kalo sudah memenuhi unsur ini baru kita berbicara tentang kewenangan dari aparat desa. Apakah itu benar atau salah yang berkaitan dengan silsilah, " terangnya.

Bahkan dikatakannya juga bahwa bila terjadi 2 keadaan dimana silsilah ini dibenarkan satu dan yang lainnya silsilah A dan B benar untuk suatu objek dengan nama yang berbeda, ia sebutkan dengan gamblang bahwa aparat desalah yang salah disini.

" Tidak boleh ada 2, prinsip kebenaran kita itu tidak boleh mendua. Tan Hana Dharma Mangrwa, tidak ada kebenaran yang mendua, pasti satu "

Bila itu terjadi maka kesalahan kewenangan akan terjadi bahkan kesewenang - wenangan terhadap kewenangan yang dimilikinya, baik kewenangan atributif, kewenangan delegatif bahkan kewenangan mandat seorang aparatur negara.

Ditanyakan soal oknum aparat yang menekankan bahkan diduga memihak terhadap salah satu pihak, Made Jayantara mengatakan dengan tegas penyidik tidak memiliki kewenangan itu.

" Yang berhak terhadap hal itu ya pengadilan. Kita melihat akibatnya, bila akibatnya adalah kompetensi absolutenya di pidana itu kriminalisasi tetapi bila akibat hukumnya di tata usaha negara itu malpraktik "

Kompetensi absolute itu adalah di peradilannya bukan  pengadilannya, apakah dia di pidana atau di perdata.

Dalam wilayah litigasi ada pemeriksaan terhadap saksi ahli dan saksi fakta. Ahli ini tentu menekankan dari aspek teori, apakah itu berkaitan dengan hukum pertanahan, hukum adat disini waris dan hukum pidana. 

" Disitu pengujiannya "

Sedangkan untuk saksi penggarap ladang atau sawah yang selama ini menyetorkan hasil panennya adalah saksi fakta dan semua saksi tersebut dibawah sumpah.

" inilah yang bisa dilakukan dalam proses peradilan nanti menguatkan saksi ahli dan saksi fakta "

Dalam kondisi seperti yang terjadi ia berani menegaskan ada aroma menyalahi kewenangan atau kesewenang - wenangan. 

" apa itu menyalahi kewenangan adalah dia menggunakan kewenangan secara 'ultra' atau berlebihan, yang tidak dituduh mereka melakukan tuduhan "

Sedangkan kesewenang - wenangan adalah menurut Dr. Made Jayantara SH, MH, MAP, CLA., adalah mereka yang tidak memiliki kewenangan tetapi seolah-olah memaksakan memiliki kewenangan tersebut.

Point yang ditekankan oleh Doktor ahli hukum pemerintahan ini adalah bila terjadi dua kondisi yang sama tentu harus diuji kebenarannya terlebih dahulu.

" Banyak unsur yang harus diuji subjeknya, objeknya, orangnya baru kita tahu. Tidak untuk menyatakan benar atau salah, tetapi lebih kepada memberikan informasi, ini loh dari sini dan begini kemudian dibawa ke proses selanjutnya "

Dikasus ini, ia juga mencontohkan bahwa bila seorang berada di salah satu daerah kemudian datang seseorang ke daerah tersebut membawa silsilah, tentu ini harus diragukan dan jangan diterima laporannya.

" Tentang keputusan dari tata usaha negara itu dapat dibatalkan dan tidak dibatalkan, bila aparat negara diam tidak mau menyuarakan kebenaran, itu bisa dicari unsurnya karena apa, bila menerima sogokan atau uang tentu itu termasuk gratifikasi dan itu pidana, " pungkas Made Jayantara. (Ray/BSB)