BTID Sebut KKPRL Tak Berdampak Bagi Nelayan Lokal

BTID Sebut KKPRL Tak Berdampak Bagi Nelayan Lokal
Foto: Rapat pembahasan soal RIP Serangan dan KKPRL Kura Kura Bali, Kepala Dinas Perhubungan Kota Denpasar dan dihadiri oleh Perwakilan Desa Dinas, Desa Adat, dan Nelayan. (Dok. BTID)

BPSPL (Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut), yang juga menerangkan kejelasan mengenai KKPRL adalah merupakan upaya penarikan PNPB (Pendapatan Negara Bukan Pajak seperti retribusi) dari perusahaan yang melakukan pengusahaan (tidak boleh penguasaan) di laut.

Denpasar - Zakki Hakim, Kepala Komunikasi dan Hubungan Masyarakat PT. BTID (Bali Turtle Island Development) pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura-Kura Bali memastikan, peraturan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) merupakan hal yang wajib dipenuhi oleh BTID sebagai badan usaha, dan tidak akan berdampak bagi masyarakat atau nelayan tradisional sekitar.

Dalam keterangan persnya, Zakki menyebut hal tersebut dilakukan guna memenuhi aturan perundang-undangan Cipta Kerja, pengajuan KKPRL ke pemerintah merupakan kewajiban BTID sebagai syarat untuk membayar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagai badan usaha.

Menurutnya, sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang memiliki rencana kegiatan pariwisata bahari, termasuk pengembangan Taman Koral dan Wisata Koral, maka KKPRL wajib diajukan oleh BTID.

Berdasarkan aturan yang berlaku dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, hal tersebut mengharuskan BTID sebagai sebuah badan usaha untuk membayar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) atas areal yang dimanfaatkan. Namun, aturan tersebut tidak berlaku bagi nelayan tradisional, mereka tetap bisa melakukan kegiatan ekonomi seperti biasa.

“Menurut aturan yang disampaikan Kementerian dan Dinas, masyarakat nelayan tradisional tetap dapat berkegiatan seperti biasa,” ungkap Zakki, dikutip dari keterangan persnya, Senin (30/10/23).

Zakki mengungkapkan, kebijakan tersebut seharusnya tidak berdampak kepada masyarakat atau nelayan tradisional sekitar, mereka tetap bisa melaksanakan kegiatan sehari-hari. Kebijakan ditujukan Pemerintah Pusat hanya untuk mendapatkan PNBP dari para pengusaha, badan usaha, atau badan hukum yang melakukan kegiatan ekonomi di ruang laut, salah satunya BTID.

Semantara itu, Pejabat Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar, Dikor Jupantara juga ikut meluruskan isu yang beredar kepada sejumlah perwakilan masyarakat dan nelayan di Desa Serangan, bahwa KKPRL adalah soal pengusahaan, bukan penguasaan laut.

Hal tersebut diungkapkan BPSPL, pada kegiatan sosialisasi di Kantor Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Bali, 12 September 2023 lalu dan di kantor Dinas Perhubungan Denpasar, 25 Oktober 2023.

Ia menekankan bahwa KKPRL ini tidak menghalangi masyarakat nelayan tradisional dalam berkegiatan di laut seperti biasa, KKPRL merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam mengumpulkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) seperti retribusi.

"KKPRL pada UU (Undang-Undang, red) Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pasal 47 menetapkan bahwa setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang laut secara menetap di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi wajib memiliki perizinan berusaha terkait pemanfaatan di laut," cetusnya.

Ia memaparkan, izin berusaha berupa KKPRL merupakan persyaratan wajib dipenuhi oleh badan usaha yang melakukan kegiatan ekonomi di laut. Tetapi, tidak berlaku dan tidak mempengaruhi akses nelayan tradisional dalam berkegiatan ekonomi di wilayah yang sama.

"Dengan adanya banyak kegiatan budidaya komersial di ruang laut, maka diperlukan penataan KKPRL oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP, red) dan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP, red), sehingga nantinya tidak ada tumpang tindih dan semua kegiatan dapat berjalan beriringan dan saling menguntungkan," tambahnya.

BPSPL juga telah melakukan sosialisasi sebanyak dua kali terkait KKPRL dan isu-isu lain yang diluruskan kepada pihak Desa Serangan. Pihaknya juga sudah menerima audensi tersendiri dari para pimpinan dan perwakilan nelayan Desa Serangan. (***)