Tolak Menara, Bandesa Tunju: Jangan Cari Pembenaran, Rusak Setra Itu Salah!
BALI SATU BERITA | BULELENG ● Menjawab pernyataan di podcast yang beredar di masyarakat, tim Garda Media menyambangi kegiatan Mejaya-jaya yang dilakukan di Desa Adat Tunju, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng.
Menemui Bandesa Adat Desa Adat Tunju, Ketut Arta di acara Mejaya-jaya yang peruntukan untuk pengesahan dan mengukuhkan Lembaga Kertha Desa Adat, Sabha Desa Adat dan Pecalang, Rabu (13/07/2022) di Pura Desa Puseh, Desa Tunju, Seririt.
Menanyakan prihal tentang keberadaan Setra Adat Tunju yang dikatakan tidak ada tulang-belulang saat penggalian pondasi menara telekomunikasi, dirinya menjelaskan bahwa di areal Setra ada bagiannya, yang Utama namanya Ulun Setra itu disebut Pura Mrajepati, lalu Setra dibagi Pertama (1) Setra Alit untuk kuburan anak-anak, yang kedua (2) merupakan Setra Bajang truna-truni untuk kuburan remaja, yang keempat (3) Setra Pengulu untuk para mangku ring tri kahyangan, lalu keempat (4) Setra masyarakat krama Desa, lalu yang terpenting adalah kelima (5) tempat pembakaran.
"Nah yang itu untuk masyarakat yang ngaben sane mewasta nganggen wadah (wadah/Bade) untuk tempat berputar 3 kali dan tempat pembakaran wadah, untuk ngaben massal itu juga tempat Mungkah, sesudah mungkah masuk penyeneng dan dibakar juga disana. Itu tempat paling berguna jadi tidak ada penanaman disana, "jelasnya, Rabu (13/ 07/2022).
Penolakan yang dikatakan adalah Krama Tamiu itupun dibantah oleh Bandesa Adat Desa Adat Tunju ini. Dalam wawancaranya ia menjelaskan bahwa itu tidak benar. Krama Wed dalam penjelasannya adalah Krama (warga adat) yang lahir di Desa Gunungsari dan mengempon pelinggih betara betari Tri Kahyangan Tiga, tetapi dalam penjelasannya juga ia menjelaskan ada krama adatnya juga yang termasuk krama Wed tetapi merantau sampai keluar Jawi (Jawa), walau demikian mereka tetap masuk warga adat di Desa Gunungsari.
"Walau dia ber-KTP luar Bali pun, ia juga termasuk krama kami (Desa Gunungsari). Mereka masuk dalam pipil krama desa adat"
"Sedangkan Krama Adat Tamiu adalah Krama yang berasal dari dura desa (luar desa adat), tetapi mereka beli tanah atau rumah di desa ini dan membangun di wilayah desa sini. Belum bayar penanjung batu serta persyaratan lain disebut krama Tamiu"
Untuk jumlah krama desa adat disana dirinya mengungkapkan juga sebanyak ± 1.016 KK, dan itu dibagi 2 ada yang bertugas 'ngaturang ayah' desa dan tinggal di luar desa adalah pengampel ayahan desa, mereka biasanya membayar setiap tahun untuk 'ayah-ayahan' desa, yang dibayar berjumlah Rp. 100.000 per-KK (perwakilan runah tangganya) per-tahun, tetapi kalo yang tinggal di rumah (desa Tunju) kena ayah-ayahan.
"Bila penyada itu, bila memiliki keturunan satu anak dan sudah berumah tangga, dia langsung menggantikan orang tuanya masuk menjadi krama desa adat Tunju. Lalu orang tuanya disebut nyade secara otomatis. Kedua krama desa yang tidak punya keturunan setelah umur 70 keatas juga nyade (lepas dari ayah-ayahan desa) tetap sah dianggap krama desa adat Tunju"
"Krama Pangle nika juga termasuk krama desa adat yang tidak punya istri atau suami"
Ditanyakan masalah dikatakan 'Nilar Sesana', Bandesa Adat mengatakan dengan tegas bahwa dirinya memang dihukum percobaan selama 1 tahun 6 bulan berdasarkan putusan PN Singaraja. Dirinya juga mengatakan bahwa berdasarkan nasihat dari hakim, bahwa dirinya wajib tetap melayani kegiatan di desa adat Tunju.
"Saya menganggap diri tidak 'Nilar Sesana', karena setahu saya, saya berjuang untuk desa adat, dimana kesalahan saya, "sebutnya dengan keheranan.
Dan dari Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi dan MDA Kabupaten dirinya menyebutkan juga sudah mendapatkan keterangan, bahwa dirinya tidak melanggar ketentuan adat dan berhak masih memimpin Desa Adat Tunju.
"Saya tetap disuruh melayani masyarakat, krama desa sebagai Bandesa Adat. SK itu masih tetap dan belum dicabut SK saya itu oleh MDA"
Ditanya soal surat pernyataan pengunduran diri, dirinya mengatakan ada perasaan tertekan terhadap hal yang dihadapinya. Dalam nasehat hakim yang diterimanya, dirinya memang dilarang untuk melintasi batas garis polisi (police line) yang ada di SDN 2, jadi menolak melakukan kerja bakti di lahan sengketa tersebut.
Ditanyakan aset sepeda motor yang dimiliki desa adat, dirinya mengatakan lagi dibawa oleh orang lain.
"Saya lagi minta solusi dengan bapak kapolsek dan staff adat untuk mengambil sepeda motor itu, "pungkasnya. (Ray /BSB)