Hadapi Penolakan, Perusda Bali Harapakan Masyarakat Mau Berdialog
Bali Satu Berita | Denpasar - Menghadapai adanya sejumlah penolakan dari masayarakat dan sejumlah aktivis lingkungan hidup terkait adanya rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali, melalui Perusahaan Daerah (Perusda) Bali, PT. Dewata Energi Bersih (DEB) untuk mewujudkan Bali Mandiri Energi dengan membangun terminal atau kilang Liquefied Natural Gas (LNG) di Sidakarya, Denpasar. PT. DEB memastikan bahwa rencana tersebut sesuai dengan visi Pola Pembangunan Semesta Berencana (Nangun Sat Kerthi Loka Bali) yang mengedepankan kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya, serta berharap masyarakat masih mau untuk diajak berdialog sebagai upaya untuk memberikan pemahaman dan edukasi secara mendalam kepada masayarakat Denpasar secara khususnya.
Hal tersebut diungkapkan langsung oleh Humas PT DEB Ida Bagus Ketut Purbanegara, saat ditemui langsung oleh awak media di Kantor Perusda Bali, Jalan Kamboja, Denpasar, pada Senin (20/6/2022) sore, dimana dirinya menekankan bahwa LNG merupakan energi yang benar-benar ramah lingkungan serta rencana pembangunan terminalnya telah di rancang sedemikian rupa untuk mengedepankan kesucian dan keharmonisan alam Bali, yang akan berkontribusi besar terciptanya penambahan lapangan kerja baru yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat kedepannya.
“Kami sangat menghargai aspirasi warga beberapa waktu belakangan ini. Tapi mari kita bicarakan, kalau ada yang masih kurang nyambung ayo kita berdialog, karena semua ini untuk kepentingan bersama. Kedepannya rencana ini akan mendukung kemandirian energi Bali dan pariwisata yang ramah lingkungan. Gubernur juga bisa meminta tarif dasar listrik yang lebih murah bagi warga Bali," jelasnya pada awak media, Senin (20/6/2022).
Sementara itu, sejumlah warga diketahui menolak ada rencana pembangunan terminal LNG tersebut. Diketahui, penolakan datang dari sejumlah warga sekitar tempat rencana proyek itu akan di bangun serta tak luput juga dari aksi, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Bali, yang mengatakan bahwa rencana pembangunan lokasi Terminal LNG dari dinilai akan memberi imbas negatif, khususnya bagi pariwisata dan alam sekitar, yang notabene hutan bakau (Mangrove) sehingga bisa merusak ekosistem yang ada disana.
"Kita harus paham dengan adanya Terminal LNG di Kawasan Mangrove akan mengorbankan terumbu karang," kata Bendesa Adat Intaran I Gusti Agung Alit Kencana, seperti dikutip dari Bali.JPNN.com (19/6/2022).
Lebih lanjut, Ida Bagus Ketut Purbanegara menanggapi dengan mengatakan, pembangunan kilang LNG itu nantinya adalah untuk mendukung penggunaan energi bersih untuk pembangkit listrik sehingga ada tambahan pembangkit 2x100 MW, yang hanya memanfaatkan lahan seluas 3 ha, dan menepis adanya informasi yang mengatakan bahwa proyek tersebut memakan luas lahan mencapai 14 ha untuk pembangunan infrastrukturnya.
Tidak ada pemanfaatan lahannya mencapai 14 hektar, yang ada cuma sekitar 3 hektar dan itu pun tidak seluruh lahan dimanfaatkan. Kami juga membantah akan ada pembabatan hutan mangrove,” tegasnya.
Dirinya juga menjelaskan, bahwa pembangunan yang direncanakan adalah dengan membuat dermaga Jetty untuk kapal pengangkut LNG dari Ladang Gas Tangguh, Papua. Mengenai adanya isu bahwa dermaga akan merusak terumbu karang, menurutnya di wilayah itu terumbu karangnya jenis-jenis yang sudah mati, dan rencana penanaman pipa untuk penyaluran gas di kedalaman 10 meter dari Jetty ke terminal LNG yang melewati area mangrove yang tidak akan mengganggu ekosistem dan akar mangorve di sekitar.
“Dengan kedalaman 10 meter itu, pipa tak akan mengganggu akar mangrove yang hanya sampai di kedalaman sekitar 6 meter. Maka dari itu, kita perlu berdialog lebih jauh dengan masyarakat agar masyarakat benar-benar mengerti polanya seperti apa," paparnya.
Selanjutnya, IB Purbanegara juga menekanan bahwa, rencana pembangunan tersebut tidak akan mengganggu kesucian Pura sekitar. Dimana dirinya menjelaskan bahwa jarak terdekat dengan Pura adalah sekitar kurang lebih 500 meter, yang bila mengacu pada RTRW Kota Denpasar tidak ada potensi pelanggaran didalamnya.
"Memang ada yang tidak sinkron antara Perda RTRW Denpasar Nomor 8 tahun 2021 yang menyebut wilayah Sidakarya sebagai blok khusus untuk pemanfaatan LNG dengan Perda RTRW Bali Nomor 3 tahun 2020 yang menyatakan daerah itu merupakan wilayah konservasi. Untuk itu, kita mengacu pada ketentuan UU Cipta Kerja dimana disebutkan bahwa bila ada aturan yang berbeda maka yang dijadikan acuan adalah ketentuan yang terbaru," katanya. (BSB)