Menuju Bali Mandiri Energi, Kenapa Harus Dipertentangkan?
Bali Satu Berita | Denpasar - Rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali untuk mewujudkan Bali mandiri energi di masa yang akan datang sepertinya tidak semudah apa yang dibayangkan. Pasalnya, rencana dalam mewujudkan hal tersebut menemui banyak permasalahan yang terjadi di lapangan, dimana rencana Pemprov Bali melalui Perusahaan Daerah (Perusda) Bali, PT. Dewata Energi Bersih (DEB) untuk mewujudkan Bali mandiri energi dengan tahap awal membangun terminal Liquefied Natural Gas (LNG) di Sidakarya, Denpasar, menuai banyak penolakan dari beberapa lapisan masyarakat dan para aktivis lingkungan hidup.
Seperti peristiwa yang terjadi pada Selasa (21/6/2022) pagi, ratusan masyarakat yang menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali untuk menyampaikan aspirasi penolakan proyek terminal gas alam cair atau LNG, dimana proyek tersebut rencananya bakal dibangun di kawasan mangrove Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai yang dinilai akan memberi imbas negatif, khususnya bagi pariwisata dan alam sekitar.
"Kami turun ke jalan hari ini, dalam artian masyarakat kami jangan lagi dijadikan korban. Ini menjadi pertanyaan besar, ini negara kita negara kekuasaan apa negara demokrasi. Poin pentingnya kami menolak, kami menolak pembangunan terminal LNG. LNG nya kami terima sudah benar di benoa, tapi kenapa sekarang harus dibawa ke mangrove di wilayah kami, itu saja," tegas Arjaya, salah satu tokoh masayarakat Sanur saat ditemui disela-sela kegiatan unjuk rasa yang berlangsung, Selasa (21/6/2022).
Seperti yang diketahui, rencana pembangunan terminal LNG oleh PT. DEB akan dibangun di kawasan pesisir Desa Sidakarya, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar yang dekat dengan lokasi Desa Adat Intaran, dan rencananya akan terminal dibangun di kawasan hutan mangrove seluas 3 Hektar. Dimana atas dasar tersebut masyarakat tergerak untuk menolak pembangunannya.
Sementara itu, guna menjawab apa yang menjadi polemik di masyarakat, dalam kesempatannya saat dihubungi langsung melalui pesan WA di hari yang sama, Selasa (21/6/2022) Humas PT DEB Ida Bagus Ketut Purbanegara menyampaikan, bahwa rencana pembangunan terminal LNG telah di rancang sedemikian rupa untuk mengedepankan kesucian dan keharmonisan alam Bali, yang akan berkontribusi besar terhadap terciptanya penambahan lapangan kerja baru yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat kedepannya. Selain itu, dirinya juga memastikan bahwa rencana pembangunan tersebut telah sesuai dengan visi Pola Pembangunan Semesta Berencana (Nangun Sat Kerthi Loka Bali) yang mengedepankan kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya, sehingga dirinya berharap masyarakat masih mau untuk diajak berdialog sebagai upaya untuk memberikan pemahaman dan edukasi secara mendalam kepada masayarakat Denpasar secara khususnya.
"Tidak ada pemanfaatan lahannya mencapai 14 hektar, yang ada cuma sekitar 3 hektar dan itu pun tidak seluruh lahan dimanfaatkan. Kami juga membantah akan ada pembabatan hutan mangrove. Kami sangat menghargai aspirasi warga. Tapi mari kita bicarakan, kalau ada yang masih kurang nyambung ayo kita berdialog, karena semua ini untuk kepentingan bersama. Kedepannya rencana ini akan mendukung kemandirian energi Bali dan pariwisata yang ramah lingkungan. Jadi kenapa harus dipertentangkan?" Jelasnya.
Lebih lanjut IB Purbanegara menjelaskan, pembangunan kilang LNG itu nantinya adalah untuk mendukung penggunaan energi bersih untuk pembangkit listrik sehingga ada tambahan pembangkit 2x100 MW dengan pola pemanfaatan Terminal LNG terapung untuk mendukung kehandalan energi listrik tersebut yang dinilai tepat untuk mendukung terciptanya efisiensi energi listrik di Pulau Bali.
"Penggunaan LNG (gas alam cair, red) untuk energi listrik juga memiliki nilai lingkungan dan ekonomis yang tinggi. Dibandingkan dengan bensin dan solar, LNG lebih ramah lingkungan karena dapat mengurangi emisi sekitar 85%, dan dibandingkan CNG, LNG memiliki nilai densitas energi 3 kali lebih besar pada volume yang sama disamping menghasilkan harga ekonomi kelistrikan yang sangat efisien," paparnya.
Selanjutnya, dirinya juga menekanan bahwa rencana pembangunan tersebut tidak akan mengganggu kesucian Pura sekitar. Dimana dirinya menjelaskan bahwa jarak terdekat dengan Pura adalah sekitar kurang lebih 500 meter, yang bila mengacu pada RTRW Kota Denpasar tidak ada potensi pelanggaran didalamnya. Pembangunan yang direncanakan adalah dengan membuat dermaga Jetty untuk kapal pengangkut LNG dari Ladang Gas Tangguh, Papua. Mengenai adanya isu bahwa dermaga akan merusak terumbu karang, menurutnya di wilayah itu terumbu karangnya jenis-jenis yang sudah mati, dan rencana penanaman pipa untuk penyaluran gas di kedalaman 10 meter dari Jetty ke terminal LNG yang melewati area mangrove yang tidak akan mengganggu ekosistem dan akar mangorve di sekitar.
"Memang ada yang tidak sinkron antara Perda RTRW Denpasar Nomor 8 tahun 2021 yang menyebut wilayah Sidakarya sebagai blok khusus untuk pemanfaatan LNG dengan Perda RTRW Bali Nomor 3 tahun 2020 yang menyatakan daerah itu merupakan wilayah konservasi. Untuk itu, kita mengacu pada ketentuan UU Cipta Kerja dimana disebutkan bahwa bila ada aturan yang berbeda maka yang dijadikan acuan adalah ketentuan yang terbaru," katanya. (BSB)